Rabu, 02 Oktober 2013

Bagaimana Membedakan To dan For? Baca Ini!

Dua preposisi ini memang selalu membingungkan. Penggunaan to dan for seringkali membuat kita semua bimbang dan pada ujungnya, penggunaan kedua preposisi penting tersebut bisa tertukar. Untuk membantu Anda, saya ingin menjelaskan sebagian kecil hal terkait dengan penggunaan preposisi to dan for. Silakan Anda simak penjelasannya melalui alimat-kalimat di bawah ini. Semoga berguna. :)

Pada dasarnya, penggunaan to dan for tidak melibatkan kata-kata tertentu yang saling berkaitan. Ini hanya bermasalah pada perbedaan arti. Sebagai contoh, kata important to bisa diganti menjadi important for. Kendati demikian, arti atau maknanya selanjutnya menjadi berbeda.




To

To digunakan dalam beberapa macam kasus, yaitu:

Menyatakan tujuan atau destinasi

I am going to Paris next week.
We have to go to his house tomorrow morning.

Menyatakan jarak serta rentang waktu

The distance from my home to school is about ten miles.
I lived in Tokyo from August to December.

Membandingkan dua hal

I prefer doing my job to sleeping in the morning.
I prefer tea to coffee.

Memberikan suatu benda

Can you give the paper to me?
Give it to me!

Mengungkapkan alasan melakukan sesuatu (diikuti oleh kata kerja)

I stood here to wait you.
I drink an alcohol to forget you.


For

Preposisi ini digunakan dalam beberapa kasus kalimat, yaitu:

Menyatakan keuntungan atau sebuah manfaat

Vegetables are good for your longue.
Protein is the best food for your day.

Menyatakan periode waktu

I have studied for two hours.
I have been living in this house for two years.

Menyatakan jadwal

I have made an appointment to meet her for July 4.
I should prepare my meeting for next week.

Menyatakan persetujuan terhadap sesuatu

Are you for or against the terrorism?
I am for education of young people.

Memberikan atau meminta bantuan

Can you fix this bike for me?
Would you mind to make a letter for her?
I will fix this bike for her, not for you.

Alasan melakukan sesuatu (diikuti oleh kata benda)

Let’s go from this home for a drink.

Itulah beberapa penjelasan mengenai penggunaan to dan for. Semoga membantu Anda.



Mensyukuri nikmat Allah



Assalamualaikum wr .wb……
Alhamdulillah… (muqaddimah)
“MENSYUKURI NIKMAT ALLAH”
Adapun pidsing (pidato singkat) saya yang berjudul mensyukuri nikmat Allah.
Teman-teman tau nggak apa itu “syukur”? syukur adalah ungkapan terima kasih kita pada Allah SWT atas segala nikmat yang telah ia berikan.
Kalau bicara tentang mensyukuri nikmat Allah, sungguh tak pernah ada habisnya, betol?
‘ Apabila air laut di jadikan tinta dan reranting pohon menjadi pena nya maka tak akan cukup untuk menuliskan nikmat Allah. Ungkapan rasa syukur meliputi tiga hal yaitu ; mensyukuri nikmat Allah meliputi 3 Hal:
Yang pertama mengakui nikmat dalam batin, artinya kita meyakini bahwa apasaja yang kita rasakan baik jasmani maupun rohani itu adalah dari Allah.
Yang kedua adalah membicarakan secara lahir atau lisan yang artinya senantiasa mengingat dan menyebut kemurahan dan kenikmatan yang telah di berikan kepada kita sesuai firman Allah
surat Ad-dhuha ;11
¨Br&ur ÏpyJ÷èÏZÎ/ y7În/u ô^ÏdyÛsù ÇÊÊÈ
“Terhadap nikmat tuhan mu maka hendak lah kamu menyebut-nyebut nya.”
Umat islam sekarang bukannya menyebut nikmat Allah melainkan mengingkari nikamat Allah, kadang-kadang sering kita dengar ibu-ibu dan bapak-bapak mengeluh “ngape hidup ne makin susah,makin hari makin payah utang peh makin bertambah”. Tampa kita sadari ungkapan seperti inilah yang mengingkari nikmat Allah. Lihat umat islam sekarang pak? Buk? Macam-macam tingkah nya ada saja perasaan tidak puas dan tidak pernah cukup dengan apa yang sudah ayah berikan? Rambut keriting minta di rebonding, rambut lurus minta di keritingin, hidung mancung mintak di pesekin hidung pesek mintak di mancungin, masyaAllah pedeeeh kepale kite ngeleh nye, itu masih cerita nikmat anggota tubuh yang tak di syukuri belum lagi nikmat iman, islam serta nikmat reski yang Allah berikan. Udah punya kereta, mintak lagi mobil , di kasi mobil Xenia mintak nya Avanza, udah punya avanza mintak lagi pesawat buatan Amerika ( capek deh nurutin hawa nafsu terus yang tak ada habis-habis nya….)
Pontang panting lintang pukang cari duit siang malam sikek lagi badan-badan tinggal tulang..
Insan qur’ani yang kami cintai
Teman-teman mau tau yang terahir??????
Yang ketiga adalah menjadikan nikmat karunia Allah sebagai sarana ta’at dan untuk beribadah kepada Allah.
Nah, factor pertama dan kedua tadi belum mencapai hakiki apabila yang ketiga belum di realisasikan.
Untuk mendorong hambaNya untuk selalu bersyukur Allah menjanjikan akan menambah nikmat dengan berlipat ganda sebagaimana firman Allah dalam Al’qur’an surat Ibrahim ayat 7;

øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ
Dan ingatlah ketika tuhan mu memaklumkan sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat Ku) maka pasti azab Ku sangat pedih.
Pak, buk kalau bapak-bapak nya bawa rezeki  sedikit jangan merepet-repet ya???? Kalau di kasi rezeki sedikit ya berusahalah, kalau di kasi pas-pasan wasyukurilah, kalau di kasi rezeki lebih ya sedekahlah, itulah tanda-tanda kita mensyukuri nukmat seraya mengucapkan ‘’Alhamdulillah???”
Kalau kata mbak teteh syahrini sich “Alhamdulillah ya sesuatuuu???
Jadi, kesimpulan pidato saya marilah kita bersyukur dengan lisan dan tingkah laku kapan lagi?? Kalau bukan dari sekarang ?? apa nunggu sampai mata kabur? Pipi kendur? Atau nunggu sampai ke pintu kubur???
Kan ada lagu nya ( LAGU)
Sebelum saya akhiri izinkan saya membawakan beberapa pantun (pantun)

Salam..............


Jumat, 28 Juni 2013

CONTENT BASED INSTRUCTION

Alat peraga untuk membwa siswa berfikir menyebutkan maksud dari instruksi berupa sebuah NOUN





Multiple Intelligences

Melalui pengenalan akan Multiple Intelligences, kita dapat mempelajari kekuatan / kelemahan anak dan memberikan mereka peluang untuk belajar melalui kelebihan-kelebihannya.
Tujuan: anak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi dunia, bekerja dengan ketrampilan sendiri dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
1. Kecerdasan Linguistik

  • Mampu membaca, mengerti apa yang dibaca.

  • Mampu mendengar dengan baik dan memberikan respons dalam suatu komunikasi verbal.

  • Mampu menirukan suara, mempelajari bahasa asing, mampu membaca karya orang lain.

  • Mampu menulis dan berbicara secara efektif.

  • Tertarik pada karya jurnalism, berdebat, pandai menyampaikan cerita atau melakukan perbaikan pada karya tulis.

  • Mampu belajar melalui pendengaran, bahan bacaan, tulisan dan melalui diskusi, ataupun debat.

  • Peka terhadap arti kata, urutan, ritme dan intonasi kata yang diucapkan.

  • Memiliki perbendaharaan kata yang luas, suka puisi, dan permainan kata.
Profesi: pustakawan, editor, penerjemah, jurnalis, tenaga bantuan hukum, pengacara, sekretaris, guru bahasa, orator, pembawa acara di radio / TV, dan sebagainya.

2. Kecerdasan Logika – Matematika

  • Mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu dan prinsip sebab-akibat.

  • Mampu mengamati objek dan mengerti fungsi dari objek tersebut.

  • Pandai dalam pemecahan masalah yang menuntut pemikiran logis.

  • Menikmati pekerjaan yang berhubungan dengan kalkulus, pemograman komputer, metode riset.

  • Berpikir secara matematis dengan mengumpulkan bukti-bukti, membuat hipotesis, merumuskan dan membangun argumentasi kuat.

  • Tertarik dengan karir di bidang teknologi, mesin, teknik, akuntansi, dan hukum.

  • Menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menjelaskan konsep dan objek yang konkret.
Profesi: auditor, akuntan, ilmuwan, ahli statistik, analisis / programer komputer, ahli ekonomi, teknisi, guru IPA / Fisika, dan sebagainya.
3. Kecerdasan Intrapersonal

  • Mengenal emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu menyalurkan pikiran dan perasaan.

  • Termotivasi dalam mengejar tujuan hidup.

  • Mampu bekerja mandiri, mengembangkan kemampuan belajar yang berkelanjutan dan mau meningkatkan diri.

  • Mengembangkan konsep diri dengan baik.

  • Tertarik sebagai konselor, pelatih, filsuf, psikolog atau di jalur spiritual.

  • Tertarik pada arti hidup, tujuan hidup dan relevansinya dengan keadaaan saat ini.

  • Mampu menyelami / mengerti kerumitan dan kondisi manusia.
Profesi: ahli psikologi, ulama, ahli terapi, konselor, ahli teknologi, perencana program, pengusaha, dan sebagainya.
4. Kecerdasan Interpersonal

  • Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pandai menjalin hubungan sosial.

  • Mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku, dan harapan orang lain.

  • Memiliki kemampuan untuk memahami orang lain dan berkomunikasi dengan efektif, baik secara verbal maupun non-verbal.

  • Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kelompok yang berbeda, mampu menerima umpan balik yang disampaikan orang lain, dan mampu bekerja sama dengan orang lain.

  • Mampu berempati dan mau mengerti orang lain.

  • Mau melihat sudut pandang orang lain.

  • Menciptakan dan mempertahankan sinergi.
Profesi: administrator, manager, kepala sekolah, pekerja bagian personalia / humas, penengah, ahli sosiologi, ahli antropologi, ahli psikologi, tenaga penjualan, direktur sosial, CEO, dan sebagainya.

5. Kecerdasan Musikal

  • Menyukai banyak jenis alat musik dan selalu tertarik untuk memainkan alat musik.

  • Mudah mengingat lirik lagu dan peka terhadap suara-suara.

  • Mengerti nuansa dan emosi yang terkandung dalam sebuah lagu.

  • Senang mengumpulkan lagu, baik CD, kaset, atau lirik lagu.

  • Mampu menciptakan komposisi musik.

  • Senang improvisasi dan bermain dengan suara.

  • Menyukai dan mampu bernyanyi.

  • Tertarik untuk terjun dan menekuni musik, baik sebagai penyanyi atau pemusik.

  • Mampu menganalisis / mengkritik suatu musik.
Profesi: DJ, musikus, pembuat instrumen, tukang stem piano, ahli terapi musik, penulis lagu, insinyur studio musik, dirigen orkestra, penyanyi, guru musik, penulis lirik lagu, dan sebagainya.
6. Kecerdasan Visual – Spasial

  • Senang mencoret-coret, menggambar, melukis dan membuat patung.

  • Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual lainnya.

  • Kaya akan khayalan, imaginasi dan kreatif.

  • Menyukai poster, gambar, film dan presentasi visual lainnya.

  • Pandai main puzzle, mazes dan tugas-lugas lain yang berkaitan dengan manipulasi.

  • Belajar dengan mengamati, melihat, mengenali wajah, objek, bentuk, dan warna.

  • Menggunakan bantuan gambar untuk membantu proses mengingat.
Profesi: insinyur, surveyor, arsitek, perencana kota, seniman grafis, desainer interior, fotografer, guru kesenian, pilot, pematung, dan sebagainya.
7. Kecerdasan Kinestetik – Jasmani

  • Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara trampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran, perasaan, dan mampu bekerja dengan baik dalam menangani objek.

  • Memiliki kontrol pada gerakan keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak.

  • Menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti field trip, role play, permainan yang menggunakan fisik.

  • Senang menari, olahraga dan mengerti hidup sehat.

  • Suka menyentuh, memegang atau bermain dengan apa yang sedang dipelajari.

  • Suka belajar dengan terlibat secara langsung, ingatannya kuat terhadap apa yang dialami atau dilihat.
Profesi: ahli terapi fisik, ahli bedah, penari, aktor, model, ahli mekanik / montir, tukang bangunan, pengrajin, penjahit, penata tari, atlet profesional, dan sebagainya.

8. Kecerdasan Naturalis

  • Suka mengamati, mengenali, berinteraksi, dan peduli dengan objek alam, tanaman atau hewan.

  • Antusias akan lingkungan alam dan lingkungan manusia.

  • Mampu mengenali pola di antara spesies.

  • Senang berkarir di bidang biologi, ekologi, kimia, atau botani.

  • Senang memelihara tanaman, hewan.

  • Suka menggunakan teleskop, komputer, binocular, mikroskop untuk mempelajari suatu organisme.

  • Senang mempelajari siklus kehidupan flora dan fauna.

  • Senang melakukan aktivitas outdoor, seperti: mendaki gunung, scuba diving (menyelam).
Profesi: dokter hewan, ahli botani, ahli biologi, pendaki gunung, pengurus organisasi lingkungan hidup, kolektor fauna / flora, penjaga museum zoologi / botani dan kebun binatang, dan sebagainya.
Kita semua berbeda karena kita semua memiliki kombinasi kepandaian yang berbeda. Bila kita mampu mengenalinya, saya kira kita akan mempunyai setidaknya sebuah kesempatan yang bagus untuk mengatasi berbagai masalah yang kita hadapi di dunia.



GRAMMAR TRANSLATION METHOD  
Pada awal nya  metode ini dinamakan Classical Method karena metode ini pertama kali digunakan dalam mengajarkan bahasa-bahasa klasik, Latin dan Greek (Chastain 1988). Kini, metode ini digunakan sebagai tujuan untuk menolong siswa membaca dan mengapersiasi literatur bahasa asing. Metode ini juga diharapkan, melalui pembelajaran grammar dari bahasa asing, siswa menjadi familiar dengan grammar bahasanya sendiri dan kefamiliaran ini akan menolongnya untuk berbicara dan menulis bahasanya sendiri dengan benar. Akhirnya, metode pengajaran ini akan membuat siswa tumbuh secara intelektual; metode pengajaran ini juga akan membuat siswa mungkin tidak pernah menggunakan bahasa yang asing yang dipelajari, tetapi latihan-latihan di dalam metode ini akan sangat berguna kedepannya.

Tujuan Penggunaan GTM
Menurut guru yang mengunakan Grammar-tanslation Method, tujuan fundamental dari pengajaran sebuah bahasa asing adalah untuk bisa membaca literatur tertulis dari bahasa tersebut. Untuk melakukannya, siswa membutuhkan belajar tentang peraturan grammar dan vocabulary atau kosakata dari bahasa asing tersebut.

Peran Guru dan Siswa Dalam GTM
Peran pada metode ini sangat tradisional. Peran guru adalah sebagai pemegang kekuasaan di kelas. Dan peran siswa hanya menuruti apa yang guru ajarkan, siswa melakukan apa yang yang guru katakan, siswa belajar apa yang pengajar tahu.

Karakteristik Proses Pembelajaran Dalam GTM
Siswa disuruh untuk mengartikan teks dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Seringnya apa yang mereka artikan adalah bacaan-bacaan dari bahasa asing yang dipelajari tentang beberapa aspek kebudayaan dari komunitas atau pengguna asli bahasa asing tersebut. Pelajar atau siswa belajar grammar secara deduktif, yaitu pengajar memberi peraturan-peraturan grammar dan contohnya, kemudian siswa disuruh untuk menghafalnya, dan kemudian disuruh untuk menggunakan peraturan tersebut ke contoh yang lain. Siswa juga belajar paradigma-paradigma dalam grammar seperti noun, verb, adverb, dan lain sebagainya. Siswa menghafal padanan kata dari bahasa aslinya sendiri dengan kosakata dari bahasa asing yang dipelajari.




Interaksi Guru-siswa Dalam GTM
Kebanyakan interaksi yang terjadi di ruangan kelas adalah antara guru terhadap siswa. Sedangkan interaksi siswa terhadap guru dan interaksi sesama siswa sangat minim.

Language Skill Dalam GTM
Vocabulary dan grammar sangat ditekankan sekali dalam metode ini. Reading dan writing adalah primary skill atau kemampuan utama yang siswa lakukan. Terdapat sedikit perhatian yang tertuju pada speaking dan listening, begitu juga terhadap pronunciation.

Evaluasi Dalam GTM
Test tertulis sering digunakan untuk mengevaluasi siswa dengan mengartikan bahasa asing yang dipelajari ke bahasa aslinya sendiri atau sebaliknya. Pertanyaan yang menyangkut peraturan grammar dair bahasa asing yang dipelajari atau bahasa asli siswa juga sering dijumpai.


II.        DIRECT METHOD
Metode ini mempunyai tujuan instruksional bahwa pembelajaran bahasa asing ditujukan agar bisa berkomunikasi. Sejak grammar translation method tidak sangat efektif dalam menyiapkan siswa untuk mengguanakan bahasa yang dipelajari (target lanugage) secara komunikatif, Direct Method menjadi sangat populer.
Direct Method memiliki satu peraturan dasar yaitu tidak diperbolehkannya jenis terjemahan. Asal kata Direct Method faktanya karena pengajaran bahasa jika dengan menggunakan metode ini disampaikan secara langsung (direct) dengan bantuan visual tanpa adanya penggunaan bahasa asal (native language) siswa.




Tujuan Penggunaan Direct Method
Guru yang menggunakan Direct Method menginginkan siswanya belajar bagaimana berkomunikasi dengan mengguanakan bahasa yang dipelajari (target language). Agar harapan itu terwujud, siswa haru belajar berfikir mengguankan bahasa yang dipelajari (target language) dengan tidak diperbolehkannya bahasa asil (native language) muncul selama pelajaran.

Peran Guru-siswa Dalam Direct Method
Walaupun peran guru pada metode ini adalah sebagai 'director' kelas, peran siswa lebih aktif jika dibandingkan pada Grammar Tranlation Method. Guru dan siswa lebih seperti partners dalam preose pembelajaran/ pengajaran.


Karakteristik Proses Pembelajaran Dalam Direct Method
Guru yang menggunakan metode ini memaksa siswa untuk memahami arti dari bahasa sasaran (target language) secara langsung. Untuk melakukannya, ketika guru mengenalkan sebuah kata atau phrase bahasa sasaran, guru mendemonstrasikan artinya melalui penggunaan realia, gamba, atau pantomim; guru tidak boleh mengartikannya secara langusung ke bahasa asli (native language) siswa.

Interaksi Guru-siswa Dalam Direct Method
Interaksi antara guru dengan siswa berjalan dari dua arah, baik dari guru ke siswa atau dari siswa ke guru, tetapi kebanyakan interaksi berjalan dari guru ke siswa. Interaksi antar siswa juga banyak terjadi dalam metode ini.

Language Skill Dalam Direct Method
Vocabulary sangat ditekankan melebihi grammar. Meskipun metode ini dapat berkerja pada semua basic skills bahasa Inggris seperti reading, writing, speaking, dan listening dari awal pembelajaran, tetapi komunikasi secara lisan dilihat sebagai basic skill. Pronunciation juga mendapatkan tempat dalam metode ini, dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

Evaluasi Dalam Direct Method
Formal evaluation tidak begitu banyak dijumpai dalam metode ini, tatapi dalam Direct Method, siswa diminta untuk menggunakan target language bukan untuk menjelaskan pengetahuan mereka tentang target language. Siswa diminta untuk menggunkan target language baik secara lisan atau tulisan. Sebagai contoh evaluasi dalam metode ini, siswa mungkin diwawancarai secara langsung oleh guru atau mungkin diminta untuk menuliskan secara langsung sebuah paragraph tentang sesuatu yang telah mereka pelajari.

whole language
 Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang didasari oleh paham constructivism. Dalam whole language bahasa diajarkan secara utuh, tidak terpisah-pisah; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis diajarkan secara terpadu (integrated) sehingga siswa dapat melihat bahasa sebagai suatu kesatuan. Jika guru berniat menerapkan whole language guru harus memahami dulu komponen-komponen whole language agar pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal. Komponen whole language adalah reading aloud, jurnal writing, sustain silent reading, shared reading, guided reading, guided writing, independent reading, dan independent writing. Kelas yang menerapkan whole language merupakan kelas yang kaya dengan barang cetak, seperti buku, majalah, koran, dan buku petunjuk. Di samping itu, kelas whole language dibagi-bagi dalam sudut-sudut yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara individual di sudut-sudut tersebut. Selanjutnya, kelas whole language menerapkan penilaian yang menggunakan portofolio dan penilaian informal Whole language adalah dua kata yang telah melalui pengamatan selama pembelajaran berlangsung menjadi simbol munculnya sebuah gebrakan yang mampu mengubah kurikulum seantero dunia. Dua kata yang mempunyai segudang makna (Watson, 1989). Berikut ini adalah berbagi karakteristik whole language menurut beberapa para ahli. 1.  Whole language adalah sebuah pandangan positif tentang pembelajar Konsep whole language beranjak dari pernyataan Dewey tentang hakekat pembelajar. Para penganut whole language berpendapat bahwa  pembelajar memilki kekuatan, kesanggupan, dan keinginan untuk belajar. Pembelajar adalah peribadi yang kreatif. Ia mampu menyusun, menciptakan, dan menemukan pemecahan terhadap berbagai persoalan secara aktif. Piaget dan kawan-kawannya telah membuktikan dalam sebuah penelitiannya bahwa anak-anak terlibat secara aktif dalam memahami dunianya dan berusaha mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Lebih lanjut Piaget menjelaskan bagaimana anak-anak memahmai suatu konsep, ide, dan moral. Seorang anak tidak menunggu seseorang untuk menstansmisikan pengetahuannya kepada mereka, tetapi mereka belajar melalui aktivitas dan keterlibatan mereka dengan objek-objek di luar dirinya dan menyusun kategori-kategori pemikiran mereka sendiri sementara mereka mengorganisasikan dunianya. Anak-anak berusaha untuk mengembangkan konse-konsep mereka sendiri, yang kadangkala terlihat aneh menurut jalan pikiran orang dewasa. Para penganut whole language mengakui adanya perbedaan di antara pembelajar,  dilihat dari segi budaya, sistem nilai, pengalaman, kebutuhan, minat, dan bahasa. Perbedaan-perbedaan tersebut bersifat personal sebagai refleksi dari keberagaman manusia, bisa juga bersifat sosial sebagai refleksi dari suku-suku, budaya, dan sistem budaya dari kelompok sosial di mana pembelajar berada. Oleh karena itu, guru-guru di kelas whole language menghargai perbedaan di antara para pembelajar. Pembelajar diberi kewenangan untuk bertanggung jawab terhadap apa yang mereka pelajari dan mendapat dukungan penuh dalam mengembangkan dan memenuhi tujuan pembelajarannya. 2.   Whole language memberikan penegasan tentang peran guru dalam proses pembelajarn. Para guru penganut whole language menerima pandangan bahawa guru sebagai mediator yang menyediakan fasilitas kepada pembelajar dalam melaksanakan transaksi dengan duni luar. Guru adalah tenaga profesioanal yang memahami kondisi pembelajar, teori belajar, dan kegiatan belajar mengajar. Mereka mendukung kegiatan pembelajaran tetapi mereka tidak bertindak sebagai pengontrol dalam pembelajara. Mereka dengan tegas menolak definisi yang menyebutkan bahwa guru adalah teknisi yang mengelola berbagai macam teknologi untuk disajikan kepada pembelajar. Meskipun para guru di kelas-kelas whole language adalah yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan para pembelajar, namun mereka tetap memiliki kewenangan dalam merencanakan, mengorganisasikan, dan memilih sumber-sumber belajar yang diperlukan oleh pembelajar. Di kelas-kelas whole language, guru mengajar dengan dan dari pembelajar, guru hanya menyampaikan pengetahuan kepada pembelajar tetapi juga bersama-sama dengan pembelajar memecahkan berbagai persoalan dan mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan. Para guru penganut whole language menolak model-model pengajaran efektif yang bersifat membatasi karena mereka memandang bahwa mengajar jauh lebih kompleks dan komprehensif dari sekedar menerapakan model-model tertentu. 3.  Whole language memandang bahasa sebagai pusat pembelajaran Keberadaan bahasa disebabkan oleh dua alasan. Pertama, karena manusia sanggup berpikir secara simbolik, mereka mempresentasikan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mereka mampu menciptakan sistem-sistem semiotik. Kedua, karena manusia adalah makhluk sosial yang menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kehidupannya. Komunikasi sosial antarmanusia memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan dua alasan tersebut, jelaslah bahwa bahasa bagi manusia adalah pusat komunikasi dan berpikir. Vigotsky (1978) menunjukkan bahwa manusia menginternalisasi bahasa dari interaksi sosial. Dan Hallidy (1975) menyebut belajar bahasa sebagi “belajar bagaimana memaknai” karena dalam proses belajar bahasa, manusia mempelajari makna sosial bahasa yang terjadi secara simultan, yaitu belajar bahasa, belajar melalui bahasa, dan belajar tentang bahasa. Baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, bahasa lisan dan tulis akan lebih baik dan mudah dipelajari dalam akivitas berbahasa yang otentik dan dalam peristiwa berbahasa sesuai dengan fungsi bahasa yang sesungguhnya. Dengan alasan ini maka whole language program menolak pandangan bahwa perkembangan bahasa berawal dari bagian ke keseluruhan. Hal ini berlaku juga untuk aktivitas membaca dan menulis permulaan. Selain itu, pengajaran membaca, menulis, berbicara, dan menyimak tidak terpisah tetapi terpadu. 4.  Whole language menerapakan kurikulum ganda Halliday (1984) menyimpulkan bahwa sebenarnya kita belajar melalui bahasa sementara kita belajar bahasa. Kesimpulan inilah yang mendasari penyusunan kurikulum whole language, yaitu kurikulum ganda, setiap aktivitas, pengalaman, atau unit memiliki kesepakatan dalam pengembangan linguistik dan sekaligus kognitif. Bahasa dan pikiran berkembang, namun pada saat yang bersamaan pengetahuan dan konsep dikembangkan sementara skema dibangun. Para guru penganut whole language menggunakan unit tematik untuk menerapakan penggunaan kurikulum ganda. Mereka bertindak sebagai “pengamat anak-anak”, memonitor perkembangan bahasa anak-anak pada saat anak-anak atau pembelajar memecahkan persoalan atau menjawab berbagai pertanyaan. Sebenarnya ini bukan hal baru dalam dunia pendidikan karena whole language hanya menegaskan kembali konsep “belajar samabil bekerja” yang dikemukakan oleh Dewey dan Metode Proyek yang dikembangkan oleh Willian Heard Kilpatrick (dalam Goodman, 1989). Namun para penganut whole language memperbaruinya dengan berdasarkan pada teori-teori dari hasil penelitian, dan kolaborasi merupakan hal-hal yang sangat mendasar. Dan istilah whole language itu sendiri memilki dua makan, yakni tidak dibagi/tidak terpisah, dan terpadu. Pembelajaran whole language mempunyai beberapa strategi dalam pelaksanaannya. Strategi itu antara lain adalah sebagi berikut: 1.  Pencelupan (immersion) Guru menciptakan lingkungan yang memungkinkan pembelajar melaksanakan program celup dalam kegiatan pembelajaran mereka    sehari-hari dengan menggunakan: bahasa guru, bahasa teman sebaya, bahasa yang terdapat dalam buku-buku, percakapan informal, bahasa di kelas formal, bahasa yang terdapat dalam lagu-lagu dan berbagai cerita. 2.  Demonstrasi/peragaan Guru secara aktif terlibat dalam peragaan pemakaian bahasa, sebagai sumber pengayaan dan data bagi pembelajar dalam memformulasikan bunyi-bunyi, struktur kalimat, mengembangkan makna, dan memperoleh berbagai konvensi sosial pemakaian bahasa di masyarkat (pragmatic). Membaca nyaring adalah salah satu aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru. Materi bacaan diambildari buku-buku sastra yang bagus dengan struktur bahasa yang sederhana dan dekat dengan bahasa pembelajar, buku-buku cerita dengan struktur yang kompleks pun perlu di pilih. Dengan menyimak bahasa yang terdapat dalam cerita, pembelajar mencoba memproduksi bahasa mereka sendiri dan akhirnya kelak mereka dapat memahani struktur bahasa yang mereka gunakan. Demikian juga ilustrasi dan peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam buku cerita, meskipun menggunakan struktur bahasa yang kompleks namun semua berada dalam suatu konteks, sehingga memungkinkan pembelajar menangkap maknanya. Strikcklan (1973) membuktikan bahwa program membaca nyaring yang dilaksanakan di taman kanak-kanak mampu meningkatkan kemampuan anak-anak Afrika-Amerika dalam menggunakan bahasa Inggris standar. Buku-buku alphabet dan buku-buku gambar tanpa kata, buku-buku nonfiksi, lagu-lagu,dan buku-buku yang selaras dengan pengalaman pembelajar, buku-buku dengan  berbagai gambar yang indah dan menarik dapat dijadikan bahan untuk kegiatan membaca nyaring di kelas-kelas awal. Buku-buku tersebut juga dapat dijadikan saran untuk melibatkan siswa dalam kegiatan percakapan di antara mereka. 3.  Keterlibatan Pembelajar harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Cambourne menemukan bahwa pembelajar akan senang terlibat dalam kegiatan pembelajaran apabila: a)  mereka merasa yakin pada kemampuan mereka sendiri, b) mereka percaya bahwa apa yang dilakukan akan berguna untuk kehidupannya kelas, c) mereka yakin bahwa aktivitas yang dilakukan menyenangkan, dan d) mereka merasa aman, tidak merasa takut jika berbuat kesalahan Perasaan “aman sangat penting dalam pembelajarn bahasa. Pembelajar yang berbuat kesalahan kemudian ditertawakan atau diejek oleh teman-temannya, atau ditegur, disalahkan oleh guru di hadapan teman-tamannya akan menjadikan ia enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran karena malu dan takut selalu menghantuinya. Di kelas-kelas whole language diharapkan perasaan aman dalam diri pembelajar ini harus dijaga agar pembelajar berani mencoba hal-hal baru yang menantang. 4. Harapan Dalam program whole language, guru seharusnya memiliki harapan yan tinggi bahwa pembelajar akan dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran selaras dengan pola atau frase perkembangan mereka. Guru harus mengkomunikasikan kepada pembelajar bahwa mereka percaya para pembelajar mampu melaksanakan semua aktivitas pembeljaran. Harapan yang tinggi ini perlu selalu dicanangkan. Namun perlu diingat bahwa harapan-harapan tersebut harus bersifat realistk dan selaras dengan fase perkembangan belajar. 5.  Tanggung jawab Keterlibatan pembelajar dalam kegiatan pembelajaran akan semakin meningkat jika tanggung jawab, aproksimasi, dan respon juga hadir alam kegiatan pembelajaran. Pembelajar harus diberi kesempatan untuk menentukan apa yang mereka pelajari. Tidak seorang pun dapat secara pasti apa yang seharusnya dipelajari kemudian karena lingkungan dan bakat pembelajar menjadi kendalanya. Pembelajar dan lingkungan yang berbeda kemungkinan memiliki kecenderungan belajar yang berbeda. Tanggung jawab adalah tentang kapan dan bagaimana mereka harus belajar. 6.  Pemakaian Belajar bahasa diawali dengan memahami bahasa tersebut, mencoba menggunakannya dan pembelajar juga mempelajari bahasa tersebut pada saat bahasa tersebut digunakan. Ketiga aktivitas tersebut terjadi secara serentak. Ide inilah yang dipraktekkan di kelas whole language. Di kelas-kelas whole language, praktek penggunaan bahasa biasanya dilaksanakan secara terpisah dan ditekankan pada ketepatan respon. Sebaliknya, di kelas whole language praktek penggunaan bahasa dalam konteks yang bermakna lebih ditekankan. Guru melibatkan pembelajar dalam akitivitas pemakaian bahasa. Kesempatan untuk berbicara di depan kelas merupakan kondisi yang harus selalu diciptakan karena manfaat bagi pembelajar untuk mempelajari aspek-aspek pragmatik dan aspek-aspek lainnya dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa. Untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa ini pembelajar memerlukan konteks yang bermakana, misalnya berbicara dengan guru dan kelompok, bermain peran, bercerita, membawa sesuatu dari rumah dan menceritakannya di kelas. 7.  Aproksimasi Aproksimasi sangat penting dalam belajar berbicara. Orang tua biasanya menikmati dan senang mendengarkan ucapan-ucapan seorang anak yang berbicara dengan tata bahasa dan ucapan yang kurang tepat. Orang tua tahu bahwa itu adalah suatu kekeliruan yang merupakan pertanda bahwa ia sedang dalam proses belajar atau pertanda bahwa anak sedang bereksperimen untuk menggunakan bahasa yang jauh lebih kompleks. Konsep belajar bahasa seperti itulah yang diterapkan di kelas-kelas whole language. Para guru yakin bahwa kekeliruan merupakan hal yang wajar dalam proses belajar bahasa. Kekeliruan yang dibuat oleh pembelajar merupakan pertanda bahwa pembelajar sedang dalam proses belajar, 8.   Respon dan umpan balik Respon dan umpan balik yang diberikan oleh guru memiliki peranan penting dalam proses aproksimasi. Hal ini karena pembelajar yang mencoba menggunakan bahasa dengan menggunakan cara-cara mereka sendiri untuk menemukan makna tidak akan takut berbuat salah. Keterlibatan guru secara aktif dalam percakapan dengan pembelajar dapat menjadi model untuk pengembangan sintaksis, semantik, dan pragmatik. Model-model kebahasaan yang ditampilkan oleh guru dapat membantu pembelajar dalam menumbuhkembangkan kemampuan berbahasa mereka. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran holistik (whole language) mempunyai ciri-ciri tertentu yang antara lain:Respon yang diberikan oleh guru di kelas hendaknya tidak bersifat mengancam dan menakutkan. Artinya respon tersebut tidak boleh menjadikan siswa merasa malu atau takut untuk melakukan kegiatan berbahasa pada tahap berikutnya. Untuk itu respon atau umpan balik yang dibrikan oleh guru hendaknya dikaitkan dengan aktivitas bermakna. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran holistik (whole language) mempunyai ciri-ciri tertentu yang antara lain:

  1. murid lebih banyak menggauli sastra

  1. murid merasa semakin senang dalam belajar dan menunjukkan tingkat keterlibatan yang semakin tinggi

  1. guru berhubungan dengan murid sebagai pembaca dan penulis

 METODE AUDIO-LINGUAL

1.       Pengertian Metode Audio-Lingual
Pada dasarnya metode Audio-Lingual hampir sama dengan metode lainnya. Adapun metode yang muncul sebelum metode ini adalah metode Direct (Direct Method). The Audio-Lingual method is the method which focuses in repetition some words to memorize.
Audio-Lingual method is a method which use drills and pattern practice in teaching language.

Adapun Jill Kerper Mora dari San Diego University menyebutkan:
"This method26 is based on the principles of behavior psychology. It adapted many of the principles and procedures of the Direct Method, in part as a reaction to the lack of speaking skills of the Reading Approach"
Metode Audio-Lingual ini merupakan sebuah metode yang pelaksanaannya terfokus pada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan. Adapun dalam praktiknya siswa diajak belajar (dalam hal ini bahasa Inggris secara langsung) tanpa harus mendatangkan native language
Dasar dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil dari metode yang telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct Method). Selain itu, tujuan Audio-Lingual pun juga tidak berbeda dengan Direct Method yaitu untuk menciptakan kompetensi komunikatif dalam diri siswa.
Sebagaimana diketahui, pengucapan (pronunciation), susunan serta aspekaspek lain antara bahasa asing dan bahasa ibu sangatlah berbeda. Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau membaca berulang-ulang kata demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa mungkin tidak terpengaruh dengan bahasa ibu.
Pengulangan-pengulangan yang dilakukan lama-kelamaan akan menjadi sebuah kebiasaan (habit). Begitu juga dalam hal melafalkan kata-kata bahasa asing (bahasa Inggris), jika hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, siswa akan secara otomatis dan refleks dapat melakukannya. Sehingga dalam pelaksanaannya, agar usaha tersebut dapat berjalan lancar maka diperlukan memerlukan keseriusan baik dari guru maupun siswa.

2.       Teknik Pengajaran yang Digunakan dalam Metode Audio-Lingual
Teknik pengajaran yang digunakan dalam metode Audio-Lingual adalah sebagai berikut:
a.     Menghafal Dialog (Dialog Memorization)
Dalam teknik ini siswa menghafalkan dialog atau percakapan pendek antara dua orang pada awal pelajaran. Dalam praktiknya siswa memerankan satu orang peran dalam dialog, sedangkan guru memerankan tokoh pasangannya. Setelah siswa belajar percakapan atau dialog dari satu tokoh, guru dan siswa berganti peran. Kemudian siswa menghafalkan dialog baru. Cara lainnya yang bisa digunakan adalah dengan membagi siswa menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok memerankan satu peran dan menghafalkan dialog tersebut. Setelah masing-masing kelompok mampu menghafalkan dialog, mereka diminta untuk untuk berganti peran. Setelah seluruh siswa hafal dialog, guru meminta siswa untuk mempraktikkan dialog secara berpasangan di depan kelas.
b.     Backward Bulld-up (Expansion) Drill
Drill digunakan ketika siswa mengalami kesulitan dalam menghafalkan dialog panjang. Caranya adalah guru membagi dialog panjang menjadi beberapa potong bagian. Guru pertmama kali memberikan contoh kemudian siswa menirukan bagian kalimat (bisaanya pada frasa akhir).


Contoh:
Guru    : It is a beautiful scenery
Guru    : It is a beautiful ………
Siswa   : It is a beautiful scenery
c.      Repetition Drill
Siswa diminta untuk menirukan guru seakurat dan secepat mungkin.
Contoh:
Guru    : This is the seventh month
Siswa   : This is the seventh month
d.     Chain Drill
Drill ini dilakukan dengan cara meminta siswa untuk duduk melingkar di dalam ruangan, kemudian satu persatu siswa bertanya dan menjawab pertanyaan. Guru memulai drill ini dengan dengan menyapa atau bertanya pada salah satu siswa. Kemudian siswa tersebut menjawab pertanyaan tadi, kemudian ia bertanya pada teman di sampingnya. Siswa yang ditanya tadi kemudian menjawab dan bertanya lagi kepada teman di sampingnya, begitu seterusnya.
e.     Single Slot Subtitution
Guru membaca satu baris dari dialog, kemudian siswa mengucapkan satu kata atau kelompok kata. Siswa diminta untuk menirukan dengan cara memasukkan kata atau kelompok kata tersebut secara tepat ke dalam bait dialog tadi.
Contoh:
Guru    : I know Him. (Hardly)
Siswa   : I hardly know him
f.      Multiple Slot Subtitution Drill
Drill ini sama dengan drill single slot substitution, tapi lebih luas. Tidak hanya satu bait dialog, akan tetapi satu dialog penuh.
g.     Transformational Drill
Guru memberi siswa kalimat, kemudian siswa diminta untuk merubah kalimat tersebut menjadi bentuk yang berbeda seperti: interrogatif, negatif, positif, pasif, imperative dan sebagainya.
h.     Question and Answer Drill
Drill model ini melatih siswa menajwab pertanyaan dengan tepat.
i.       Use Minimal Pairs
Guru menggunakan pasangan kata yang berbeda satu bunyi, misal: ship dan sheep. Siswa diminta untuk menemukan perbedaan dua kata tersebut, kemudian berlatih untuk mengucapkan kata tersebut dengan benar.
j.      Complete the Dialog
Beberapa kata dalam sebuah dialog dihapus, kemudian siswa diminta untuk melengkapi dialog tersebut
k.     Grammar Game
Game ini mirip dengan game supermarket alphabet, didesain untuk melatih grammar siswa dalam suatu konteks. Dengan begitu siswa bias mengekspresikan dirinya sendiri, walaupun dalam porsi yang terbatas.
Dari berbagai teknik yang disebutkan di atas dapat disimpulkan dalam pelaksanaan metode Audio-Lingual seorang guru akan memberi contoh tentang model yang benar, dalam hal ini melafalkan (pronounce) dan bagaimana melafalkan (how to pronounce) sebuah kalimat dan siswa harus menirukan. Kemudian dalam kesempatan lain guru akan melanjutkan dengan mengenalkan kata-kata baru dengan struktur kata yang sama. Pokok dari metode ini dan kaitannya dengan pembelajaran pronunciation adalah bagaimana melatih siswa untuk terus berlatih melafalkan dengan benar sampai mereka dapat melakukannya secara spontan. Oleh karena itu seperti telah dijelaskan di awal, siswa hanya diberi kosakata secukupnya (khususnya yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari) agar pelaksanaan metode ini dapat berjalan dengan lancar.
3.       Penerapan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual sangat mengutamakan drill. Metode ini muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam bahasa dan target. Padahal,untuk kepentingan tertentu, perlu penguasaan bahasa dengan cepat misalnya perang, kunjungan dan seterusnya. Dalam Audio-Lingual yang berdasarkan pendekatan struktural itu, bahasa yang diajarkan dicurahkan pada lafal kata dan pelatihan berkali-kali secara intensif pada pola-pola kalimat. Guru dapat memaksa siswa untuk mengulang sampai tanpa kesalahan.
a.     Langkah-langkah Pembelajaran dalam Metode Audio-Lingual
Di dalam metode Audio-Lingual terdapat beberapa langkah yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah tersebut antara lain adalah:
Adapun langkah-langkah yang bisaa dilakukan adalah:
a)     Penyajian teks dialog atau teks pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa menyimak tanpa melihat teks yang dibaca.
b)     Peniruan dan penghafalan teks itu secara serentak dan siswa menghafalkannya.
c)     Penyajian kalimat dilatih dengan pengulangan.
d)     Dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas.
e)     Pembentukan kalimat lain yang sesuai dengan yang dilatihkan.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya metode ini memberikan perhatian utama kepada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan, dan pada sisi lain lebih mengutamakan bentuk luar bahasa (pola, struktur, kaidah) dari pada kandungan isinya, dan mengutamakan kesahihan dan akurasi dari kemampuan siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi.
Penerapan metode ini hampir sama dengan penerapan pengajaran bahasa pertama pada anak-anak, anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui peniruan. Peniruan itu biasanya diikuti oleh pujian atau perbaikan. Melalui kegiatan itulah anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur, pola kebiasaan bahasa ibunya. Maka hal yang sama juga dapat diberlakukan dalam pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Melalui cara peniruan dan penguatan, para siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang merupakan kebiasaan dalam berbahasa kedua atau bahasa asing.
b.     Evaluasi Metode Audio-Lingual
Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwasanya penelitian ini dikhususkan pada pembahasan penggunaan metode Audio-Lingual dalam pembelajaran pronunciation. Adapun dalam metode Audio-Lingual sendiri tidak disebutkan secara jelas tentang evaluasinya. Satu hal yang dikemukakan adalah jika diselenggarakan tes maka masing-masing pertanyaan akan difokuskan pada point apa yang dipelajari pada saat itu (adapun dalam hal ini adalah pronunciation).
Dalam penelitian ini peneliti memberikan oral test untuk mengukur peningkatan pronunciation siswa. Selain itu, karena penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peningakatan pronunciation siswa maka peneliti akan melakukan penilaian pada kemampuan untuk melafalkan (skill to pronounce). Adapaun hal-hal yang dinilai meliputi sounds (mendiskriminasikan bunyi), ritme dan penekanan (rythm and word stress), intonasi (intonation) dan kelancaran (fluency).
5.       Kelebihan dan Kekurangan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual memiliki kelebihan dan juga memiliki kekurangan di sisi lainnya. Adapun kelebihan dari metode ini antara lain adalah:[11]
a.      Audio-Lingual mungkin merupakan teori pengajaran bahasa pertama yang secara terbuka mengklaim terbentuk dari gabungan linguistik dan psikologi.
b.     Metode Audio-Lingual mencoba membuat pembelajaran bahasa menjadi lebih mudah diakses oleh pembelajar dalam jumlah besar (kelas besar). Hal tersebut menyebabkan partisipasi pembelajar melalui teknik drill dapat dimaksimalkan.
c.      Secara positif drill dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan oralnya.
d.     Teknik pengajaran dalam metode Audio-Lingual dengan menggunakan tape recording dan laboratorium bahasa menawarkan latihan kecakapan berbicara dan mendengar yang merupakan hal paling penting dalam pembelajaran bahasa. Pola-pola drill memberikan siswa lebih banyak latihan.
e.      Metode Audio-Lingual mengembangkan kemampuan berbahasa ke dalam "peralatan pedagogig" yaitu mendengar (menyimak), membaca dan menulis. Metode Audio-Lingual secara spesifik memperkenalkan desain teknik pendengaran (listening) dan latihan oral (speaking). Hal tersebut menunjukkan kesuksesan dalam mengembangkan pemahaman aural (listening) dan kelancaran berbicara (speaking).

Sedangkan kekurangan dalam metode Audio-Lingual antara lain adalah:
a.      Teknik yang digunakan dalam metode Audio-Lingual seperti drill, penghafalan, dan lain sebagainya mungkin bisa membuat bahasa menjadi sebuah kelakuan (kebisaaan), tetapi hal tersebut tidak menghaslikan kompetensi yang diharapkan.
b.     Dengan metode Audio-Lingual mungkin guru akan mengeluhkan tentang banyaknya waktu yang dibutuhkan (lama), dan para siswa akan mengeluh tentang kebosanan yang disebabkan oleh pola drill yang terus-menerus digunakan.
c.      Peran dan keaktifan guru merupakan hal yang penting dalam metode Audio-Lingual, jadi guru lebih banyak mendominasi kelas.
 Adapun menurut Roestiyah kelemahan suatu metode atau teknik pembelajaran yang menggunakan drill adalah sebagai berikut:
a.      Sering terjadi cara-cara atau gerak yang tidak dapat berubah, karena merupakan cara yang telah dibakukan, maka hal tersebut dapat menghambat bakat dan inisiatif siswa.
b.     Para siswa tidak boleh menggunakan cara lain atau cara menurut pikirannya sendiri.
c.      Keterampilan yang diperoleh siswa umumnya juga menetap/paati, yang akan merupakan kebiasaan kaku/keterampilan yang salah.
d.     Suatu latihan yang dijalankan dengan cara tertentu yang telah dianggap baik dan tepat; sehingga tidak boleh diubah; mengakibatkan keterampilan yang diperoleh siswa umumnya juga menetap/pasti, yang akan merupakan kebiasaan yang kaku; atau keterampilan yang salah.

Sehingga, jika situasi berubah siswa akan sukar sekali menyesuaikan diri atau tidak bisa mengubah caranya latihan untuk mengatasi keadaan yang lain itu.
Masih menurut Roestiyah, agar latihan tersebut dapat berhasil, instruktur perlu memilki cara/teknik lain yang menunjang teknik latihan tersebut, sehingga kelemahannya bisa disempurnakan/dilengkapi dengan teknik lain.




SELF DIRECTED LEARNING
Kemandirian (self-direction) merupakan konsep organisasi untuk pendidikan tinggi; dengan demikian kemandirian berkaitan erat dengan politik pendidikan. SDL memiliki komitmen demokratis terhadap perubahan posisi dan peran peserta didik di mana peserta didik memegang kontrol yang lebih besar terhadap dirinya sendiri dalam hal konseptualisasi, perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi belajar serta penetapan cara-cara pemanfaatan sumber belajar guna proses belajar lebih lanjut.

Independent learning
Konsep ini mempunyai konotasi belajar dalam keadaan “terisolasi”, atau menggambarkan  peserta didik belajar “sendiri” yang seluruh kegiatannya (menentukan tujuan belajar, isi, usaha, waktu, evaluasi, dan sebagainya) ditentukan sendiri olehnya. Bantuan dari pihak lain dapat diterima atau ditolak oleh peserta didik sesuai dengan standar atau kemauan peserta didik tersebut.


Psychological control
Konsep ini mengandung konotasi pentingnya arti psychological independence dalam definisi SDL daripada elemen sosial atau kurikulum. Konsep ini ada dalam definisi berikut ini: SDL adalah suatu proses mental yang bertujuan, biasanya disertai dan disokong oleh aktivitas perilaku yang terlibat di dalam identifikasi dan pencarian informasi. Individu secara sadar menerima tanggung jawab untuk menentukan keputusan tentang tujuan dan usaha, dan dengan demikian menjadi agen perubahan pembelajaran bagi diri sendiri.

Spektrum SDL
Spektrum ini merupakan rentang antara teacher-directed learning (TDL) sampai SELF DIRECTED-LEARNING(SDL). Pada TDL guru atau instruktur memilih dan menentukan apa saja yang akan diajarkan (dipelajari oleh peserta didik), mengapa hal itu perlu dipelajari, bagaimana peserta didik mempelajari hal tersebut, kapan, di mana, dan untuk golongan umur berapa.

Incidental self-directed learning
PM model ini dikenalkan pada kursus atau program yang bercirikan TDL, misalnya pada proyek individual atau kursus singkat.

Teaching students to think independently
Kursus atau program yang menekankan kemampuan personal dalam kegiatan eksplorasi, penelusuran, pemecahan masalah (problem solving) dan aktivitas kreatif (debat, studi kasus, penelitian, percobaan, dramatisasi, kerja lapangan).

Self-managed learning
Kursus atau program yang disajikan melalui panduan bejalar di mana peserta didik belajar secara independen sepenuhnya.

Self-planned learning
Kursus atau program yang memberi kesempatan sepenuhnya kepada individu untuk merancang aktivitas belajar dengan tujuan belajar yang telah ditentukan.

Self-directed learning
Kursus atau program yang memberi kesempatan kepada individu untuk memilih outcome, merancang aktivitas mereka sendiri dan melaksanakan aktivitasnya sesuai  dengan pilihan mereka.

Manfaat SDL
Dari tahun ke tahun SDL makin berkembang dan kemudian bergerak dari situasi perifer menuju ke arus utama pengembangan manajemen dan bisnis. Sebagian besar program pengembangan saat ini menggunakan elemen SDL dalam rancangan dan pelaksanaan secara keseluruhan. Secara individual, SDL memiliki daya tarik yang spesifik misalnya kebebasan yang lebih besar untuk memilih, fleksibel, dan mengakomodasi individu tentang apa yang dikehendaki olehnya.


Tanggung jawab pendidik dalam konteks SDL

  • Pendidik mendorong individu untuk membuat pilihan tentang tujuan yang diinginkan

  • Pendidik siap memberi bantuan dalam level perorangan, sesuai dengan permintaan bantuan yang bersifat spesifik

  • Pendidik menyediakan materi dan sumber belajar yang diperlukan individu

  • Pendidik memberi bimbingan, penyuluhan, dan bantuan individu dalam hal penggunaan sumber belajar agar diperoleh hasil yang paling baik
Untuk individu yang baru mengenal disiplin PM maka kepada mereka perlu diberikan latihan awal yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

  • Ketrampilan belajar dalam hal perencanaan: apa, kapan, dan bagaimana cara belajar

  • Tanggung jawab individu dalam manajemen pengembangan diri

  • Mengenal dan memanfaatkan kesempatan untuk belajar dan pengembannya dari hari ke hari

  • Menghubungan SDL dengan pekerjaan yang akan ditekuni serta pengembangannya dalam jangka panjang.

  • Memilih dan menggunakan materi dan sumber lainnya secara tepat dan efektif

Resistensi pendidik terhadap SDL
Resistensi pendidik terhadap SDL bukanlah barang baru. Berbagai macam alasan dilontarkan oleh para pendidik yang menolak diberlakukannya SDL. Namun demikian, dari berbagai macam alasan tadi dapat diringkas menjadi dua hal pokok, ialah miskonsepsi terhadap terminologi SDL dan kesenjangan antara “kepercayaan” yang dianut dengan kenyataan di dalam praktik mengajar.

Beberapa tips berkenaan dengan SDL

  • Pendidik beralih fungsi, menjadi fasilitator proses belajar dan siap membantu peserta didik, bukan lagi sebagai director of learning.

  • Pada awalnya pendidik memberi sedikit pengarahan di dalam kelas, memberi tugas untuk dikerjakan oleh peserta didik, merancang presentasi untuk suatu seminar, dan bersama-sama peserta didik menyusun tujuan belajar di mana peserta didik dapat menambah, merevisi, atau bahkan menolaknya.

  • Sebagian besar pendidik mengalami proses yang berulang. Dari pengalaman ini dapat ditarik kesan bahwa pada awalnya para peserta didik mengalami rasa cemas atau ketidakpastian, atau kadang-kadang merasa “tertipu”.

  • Peserta didik memerlukan penjelasan secara bertahap tentang SDL, khususnya tentang bagaimana caranya belajar untuk dapat menjadi mandiri dalam belajar. Kepada para peserta didik perlud diberikan catatan tentang filosofi SDL.

  • Pada awalnya peserta didik akan merasa canggung, tidak nyaman, dan bahkan bingung; pada saat itu peserta didik mengharapkan para pengajar bertindak sebagai expert.

  • Adalah hal biasa apabila pada awal proses pembelajaran ada peserta didik yang mudah marah (uring-uringan) karena mereka belum tahu akan apa yang harus mereka kerjakan. Hal ini dapat diatasi dengan menyediakan instruksi, handout, agenda, atau arahan yang diberikan mingguan.

  • Pada awal pembelajaran sangat diperlukan adanya pertemuan dan diskusi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan pengajar tentang situasi belajar yang terasa aneh bagi mereka.

  • Peserta didik tertentu dapat merasa sangat canggung  dengan situasi pembelajaran yang berlaku sehingga mereka ingin mengundurkan diri dari institusi, Hal ini dapat diatasi dengan penyuluhan secara lisan maupun melalui media cetak.

  • Secara bertahap para peserta didik diberi kebebasan (otonomi) yang lebih besar dan diberi hak untuk menentukan keputusan oleh mereka sendiri; semuanya dalam koridor deadlines for assignments.

  • SDL melibatkan pengetahuan dan pengalaman terdahulu. Dengan perkataan lain, SDL memerlukan prior knowledge dan prior experience.

  • Self-evaluation merupakan bagian penting dalam pelaksanaan SDL karena self-evaluation merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan professional dan sangat diperulakn untuk life long learning.

Ringkasan
SELF DIRECTED LEARNING merupakan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik menjadi subyek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip pembelajaran yang disebut sebagai teacher-directed learning. Namun demikian, institusi pendidikan tetap bertanggung jawab sepenuhnya, baik secara teknis, fisik, dan moral, terhadap seluruh program pendidikan yang ditawarkan kepada para peserta didik.
SDL menuntut peserta didik untuk menentukan tujuan belajar mereka sendiri,  merancang strategi untuk mencapai tujuan belajar, dan kemudian merancang metoda evaluasi terhadap hasil belajar yang telah mereka capai. Tujuan belajar merupakan hal yang sulit untuk dirancang sehingga pengajar atau instruktur harus membantu peserta didik dalam perancangan tujuan belajar.
SDL memerlukan negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan. Perancangan pembelajaran ini merupakan alat yang fleksibel tetapi efektif untuk membantu peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara individual. Tanggung jawab peserta didik dan pengajar harus dibuat secara eksplisit dalam perancangan pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam penentuan tujuan belajar akan membuat mereka menjadi committed terhadap proses pembelajaran.




   DIRECT METHOD
Metode ini mempunyai tujuan instruksional bahwa pembelajaran bahasa asing ditujukan agar bisa berkomunikasi. Sejak grammar translation method tidak sangat efektif dalam menyiapkan siswa untuk mengguanakan bahasa yang dipelajari (target lanugage) secara komunikatif, Direct Method menjadi sangat populer.
Direct Method memiliki satu peraturan dasar yaitu tidak diperbolehkannya jenis terjemahan. Asal kata Direct Method faktanya karena pengajaran bahasa jika dengan menggunakan metode ini disampaikan secara langsung (direct) dengan bantuan visual tanpa adanya penggunaan bahasa asal (native language) siswa.




Tujuan Penggunaan Direct Method
Guru yang menggunakan Direct Method menginginkan siswanya belajar bagaimana berkomunikasi dengan mengguanakan bahasa yang dipelajari (target language). Agar harapan itu terwujud, siswa haru belajar berfikir mengguankan bahasa yang dipelajari (target language) dengan tidak diperbolehkannya bahasa asil (native language) muncul selama pelajaran.

Peran Guru-siswa Dalam Direct Method
Walaupun peran guru pada metode ini adalah sebagai 'director' kelas, peran siswa lebih aktif jika dibandingkan pada Grammar Tranlation Method. Guru dan siswa lebih seperti partners dalam preose pembelajaran/ pengajaran.


Karakteristik Proses Pembelajaran Dalam Direct Method
Guru yang menggunakan metode ini memaksa siswa untuk memahami arti dari bahasa sasaran (target language) secara langsung. Untuk melakukannya, ketika guru mengenalkan sebuah kata atau phrase bahasa sasaran, guru mendemonstrasikan artinya melalui penggunaan realia, gamba, atau pantomim; guru tidak boleh mengartikannya secara langusung ke bahasa asli (native language) siswa.

Interaksi Guru-siswa Dalam Direct Method
Interaksi antara guru dengan siswa berjalan dari dua arah, baik dari guru ke siswa atau dari siswa ke guru, tetapi kebanyakan interaksi berjalan dari guru ke siswa. Interaksi antar siswa juga banyak terjadi dalam metode ini.

Language Skill Dalam Direct Method
Vocabulary sangat ditekankan melebihi grammar. Meskipun metode ini dapat berkerja pada semua basic skills bahasa Inggris seperti reading, writing, speaking, dan listening dari awal pembelajaran, tetapi komunikasi secara lisan dilihat sebagai basic skill. Pronunciation juga mendapatkan tempat dalam metode ini, dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

Evaluasi Dalam Direct Method
Formal evaluation tidak begitu banyak dijumpai dalam metode ini, tatapi dalam Direct Method, siswa diminta untuk menggunakan target language bukan untuk menjelaskan pengetahuan mereka tentang target language. Siswa diminta untuk menggunkan target language baik secara lisan atau tulisan. Sebagai contoh evaluasi dalam metode ini, siswa mungkin diwawancarai secara langsung oleh guru atau mungkin diminta untuk menuliskan secara langsung sebuah paragraph tentang sesuatu yang telah mereka pelajari.

 
 CONTENT BASED INSTRUCTION
The focus of a CBI lesson is on the topic or subject matter. During the lesson students are focused on learning about something. This could be anything that interests them from a serious science subject to their favorite pop star or even a topical news story or film. They learn about this subject using the language they are trying to learn, rather than their native language, as a tool for developing knowledge and so they develop their linguistic ability in the target language. This is thought to be a more natural way of developing language ability and one that corresponds more to the way we originally learn our first language.
There are many ways to approach creating a CBI lesson. This is one possible way.
· Preparation
o Choose a subject of interest to students.
o Find three or four suitable sources that deal with different aspects of the subject. These could be websites, reference books, audio or video of lectures or even real people.
· During the lesson
o Divide the class into small groups and assign each group a small research task and a source of information to use to help them fulfill the task.
o Then once they have done their research they form new groups with students that used other information sources and share and compare their information.
o There should then be some product as the end result of this sharing of information which could take the form of a group report or presentation of some kind.
 COMPETENCY BASED LANGUAGE TEACHING
          Definition of CBLT
          Competency Based Language Teaching is a method or based on functional and interaction of language to improve the quality in terms of assessment teaching and student learning.
          The goal of CBLT
To enable student to become autonomous individuals capable of coping with the demands of the world, and can also assist learners in mastering the competencies to be able reading, listening, creative and observe it to form a competence


           The role of Teacher and Student of CBLT
The teacher helping learners to develop competencies by providing a variety of activities and learning resources appropriate to the school  environment and student more active role in the learning process.
         
          characteristic of CBLT
  A focus on successful functioning in society
  A focus on life skills
  Task or performance centered orientation
  Modularized instruction
  Outcomes that are made explicit a priori
  Continuous and ongoing assessment
  Demonstrated mastery of performance objectives
  Individualized, student centered instruction
 
The advantages of CBLT
  The learner can judge whether the competencies seem relevant and useful
  The competencies are specific and practical can be seen to relate to the learners need and interest
  The student can generally communicate well, having learn all the basic structure of the language
  The competencies can be mastered one at a time, so the learners can see what has been learned and what still remains to be learned
  The student are motivated to mention and understand the word in the target language because the teacher use some media to improve the skill or learner.
CONCLUSION
           CBLT is a method teaching about language as the subject to enable student to become autonomous individuals capable of coping with the demands of the world,
 Community Language Learning
The Community Language Learning is the method which are use by the teachers to consider their students as ‘whole persons’. Whole person means that teachers consider not only their students intellect, but also have some understanding of the relationship among students feelings, physical reactions, instinctive protective reactions, and desire to learn. The teachers who use this method want their students to learn how to use the target language communicatively. They focuces not only on the language but also on the being supportive of learners in their learning process. In the class, the teachers become counselor. It is doesn’t mean the teachers trained their students in psychology. In this method, the teachers use tape-recorded, transcription, reflection on experience, reflective listening, human computer, and small group tasks to see our ‘whole persons’. With use tape-recorded, they can learn about conversation easily. The teacher give them some ‘chunks’ on the transcript, they must repeat it with her. In this method, the teachers use small groups to help the students can get more practice with the target language and allow them to get to know each other better.
  CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

Contextual Teaching and Learning (CTL) is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members,
            citizens, and workers.

1.      Constructivism
                                    Learning is a process of “construct”                not accepting knowledge.
                                    Developing students understanding                 from new experiences.
                                    Emphasizing hands-on and minds-on              activity.

2. Inquiry
            To get knowledge and new creativity through their own inquiring, not only from remembering some facts.
            Inquiry `s step
                       
            3. Questioning
            Teacher motivates and guides students.
            Find out students` knowledge.
            Paying students` attention.
            Refreshing students` knowledge.
4. Learning Community
            Sharing experiences and ideas.
            Working together is better than individual.
            Everyone is speaking, thinking, communicating,         etc.                                           5. 5. Modeling
            The students can see, think, and learning.
            Students can remember the subject for long    term.
            Boring-less
6. Reflection
            A way of thinking about what we learn or to think back about what have learned.
            Responding the event, activity and new experiences.
            Note-taking the subject.
                       
7. Authentic Assessment
Measure students' knowledge
            performance and skills.
            Forms : journal, work of art,
            impression, etc.

Components
1.      Making meaningful connections.
2.      Doing significant work. Work always have a purpose, then transfer the knowledge to produce the product.

3. Self-regulated learning to build student interest, individual or social, and attain the       purpose in the real life.
   4. Collaborating. Help the student effective working in a group, understanding how to          interact with the other.
5. Critical and creative thinking.
            Analyze and collecting data,
to understand the problem
            or fact and to solve it.

6. Nurturing individual.
Motivating students so that grow their thinking.
7 .Reaching high standards through identification of the purpose and motivate the student  to reach it.
7.      Using authentic assessment the student will study hard and fight with positive way.

Example of contextual teaching
English teacher and Biology teacher doing collaborative in a class. They give the students some pictures of part of  flower and human body in Indonesia form. They want their students to find out about it using English form. So, the students will understand about it in the class and their real life.


Cooperative Learning

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu  Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

Prinsip model pembelajaran kooperatif  yaitu 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok (Lie, 2000).

      Manfaat dari Cooperative Learning antara lain: meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, mengembangkan keterampilan sosial siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.

Model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial. Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah,  dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.

@Langkah-langkah dalam Cooperative Learning

                        Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning dapat dituliskan dalam table sebagai berikut:


Langkah

Indikator

Tingkah Laku Guru

Langkah 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

Langkah 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa

Langkah 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menginformasikan pengelompokan siswa

Langkah 4

Membimbing kelompok belajar

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok belajar

Langkah 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah  dilaksanakan

Langkah 6

Memberikan penghargaan

Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.







@ Pengelolaan Kelas Menurut Model Cooperative Learning

1.     Pengelompokan

1.     Kelompok homogen (Ability grouping) adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengankemampuan yang setara dalam kelompok yang sama.

2.     Pengelompokan heterogenitas (kemacam-ragaman),dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosioekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.

2.     Semangat gotong-royong

                 Dalam proses pembelajaran ini, agar berjalan secara efektif maka semua anggota kelompok hendaknya mempunyai semangat bergotong royong yaitu dengan cara membina niat dan semangat dalam bekerja sama yaitu dengan beberapa cara: a. Kesamaan Kelompok. b. Identitas Kelompok c. Sapaan dan Sorak Kelompok.

1.      Penataan ruang kelas

                 Dalam hal ini keputusan guru dalam penataan ruang disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: a) Ukuran ruang kelas, b) Jumlah siswa, c)  Tingkat kedewasaan siswa, f) Pengalaman guru dan siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong.



@  Model Evaluasi belajar Cooperative Learning

            Dalam model pembelajaran cooperative learning terdapat tiga model evaluasi, ketiga model  evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:

1.     Model Evaluasi Kompetisi

            Pada sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif, karena sejak masa awal pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi lebih baik dari teman-teman sekelas, sehingga siswa yang jauh melebihi kebanyakan siswa yang dianggap berprestasi, yang kemampuannya berada di bawah rata-rata kelas dianggap gagal atau tidak berprestasi.

1.     Model Evaluasi Individual                         

            Dalam sistem ini, sistem siswa belajar dengan pendekatan dan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Anak didik tak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman satu kelas dianggap tidak ada karena jarang interaksi antar siswa di kelas. Berbeda dengan sistem penilaian peringkat, dalam penyajian individual guru menetapkan standar untuk setiap murid.

1.     Model Evaluasi Cooperative Learning

            Sistem ini menganut pemahaman  homohomini soclus. Falsafah ini menekankan saling ketergantungan antar makhluk hidup. Kerjasama  merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Prosedur sistem penilaian Cooperative Learning   diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan kelompok. Jadi siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.





INQUIRY BASED LEARNING
INQUIRY BASED LEARNING is a learning process through questions generated from the interests, curiosities, and perspectives/experiences of the learner.
 
FIVE GENERAL COMPONENTS
1.         Question
2.         Student Engagement
3.         Cooperative Interaction
4.         Performance Evaluation
5.         Variety of Resources
            FOUR LEVELS
1.         Confirmation Inquiry
2.         Structured Inquiry
3.         Guide Inquiry
4.         Open Inquiry
EXAMPLE
According survey Political and Economic Risk Consultant (PERC), quality education in Indonesia is in the 12 position in from 12 countries in ASEAN.
1.      Why the quality of education in Indonesia is in position in 12 in from 12 countries in ASEAN?
2.      Whether the cost of education is very expensive to be one cause of the low quality of education in indonesia?
3.      What is the result poor education in Indonesia?
4.       What can we do to improve the   quality of education in Indonesia?

Lexical Approach
In creating the pedagogical materials for Français interactif, the developers decided to move away from the traditional grammatical syllabus and adopt features of the Lexical Approach instead. Types of Lexical Units Lewis also suggests that Native speakers have a large inventory of lexical chunks that are vital for fluent production. Chunks include collocations and fixed and semi-fixed expressions and idioms. Fluency does not depend on a set of generative grammar rules and a separate store of isolated words, but on the ability to rapidly access this inventory of chunks. These chunks occupy a crucial role in facilitating language production and are the key to fluency. Two points to remember about lexical chunks: learners are able to--

  • comprehend lexical phrases as unanalyzed wholes or chunks.

  • use whole phrases without understanding their constituent parts.

Taxonomy of Lexical Items (Lewis, 1997)


Lexical Item

Examples

words

book, pen

polywords

by the way, upside down

collocations

prices fell, rancid butter

institutionalized utterances

I'll get it; That'll do

sentence frames and heads

That is not as [adjective] as you think;
The danger was...

text frames

In this paper we will explore...; Firstly...

Lexis in Language Teaching and Learning
The language activities consistent with the lexical approach must be directed toward naturally occurring language and toward raising learners' awareness of the lexical nature of language. Activites of this nature include the following:

  • intensive and extensive listening and reading in the target language

  • first and second language comparisons and translation

  • repetition and recycling of activities to keep words and expressions that have been learned active

  • guessing the meaning of vocabulary items from context

  • noticing and recording language patterns and collocations

  • working with dictionaries and other reference tools

  • working with language corpuses to research word partnerships, preposition usage, style, and so on


 Sustained Silent Reading
Sustained silent reading adalah kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Pesan yang ingin disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah :

a.       Membaca adalah kegiatan penting yang menyenangkan;

b.      Membaca dapat dilakukan oleh siapa pun;

c.       Membaca berarti kita berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut;

d.      Siswa dapat membaca dan berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama;

e.       Guru percaya bahwa siswa memahami apa yang mereka baca;

f.       Siswa dapat berbagi pengetahuan yang menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan sustained silent reading berakhir.
   

TASK BASED APPROACH
Task -based learning offers an alternative for language teachers. In a task-based lesson the teacher doesn’t pre-determine what language will be studied, the lesson is based around the completion of a central task and the language studied is determined by what happens as the students complete it. The lesson follows certain stages.

Pre-task

The teacher introduces the topic and gives the students clear instructions on what they will have to do at the task stage and might help the students to recall some language that may be useful for the task. The pre-task stage can also often include playing a recording of people doing the task. This gives the students a clear model of what will be expected of them. The students can take notes and spend time preparing for the task.

Task

The students complete a task in pairs or groups using the language resources that they have as the teacher monitors and offers encouragement.

Planning

Students prepare a short oral or written report to tell the class what happened during their task. They then practice what they are going to say in their groups. Meanwhile the teacher is available for the students to ask for advice to clear up any language questions they may have.

Report

Students then report back to the class orally or read the written report. The teacher chooses the order of when students will present their reports and may give the students some quick feedback on the content. At this stage the teacher may also play a recording of others doing the same task for the students to compare.


Analysis

The teacher then highlights relevant parts from the text of the recording for the students to analysis. They may ask students to notice interesting features within this text. The teacher can also highlight the language that the students used during the report phase for analysis.

Practice

Finally, the teacher selects language areas to practice based upon the needs of the students and what emerged from the task and report phases. The students then do practice activities to increase their confidence and make a note of useful language.

The advantages of Task Based Approach


  • the students are free of language control. In all three stages they must use all their language resources rather than just practising one pre-selected item.

  • The students will have a much more varied exposure to language with TBL. They will be exposed to a whole range of lexical phrases, collocations and patterns as well as language forms.

  • The language explored arises from the students’ needs. This need dictates what will be covered in the lesson rather than a decision made by the teacher or the course book.

  • It is a strong communicative approach where students spend a lot of time communicating.

  • It is enjoyable and motivating.

TPR (Totally Physical Response)

Bahasa merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dan memiliki peran sentral, khususnya dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional seseorang dan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa diharapkan bisa membantu seseorang dalam hal ini yang saya bicarakan adalah peserta didik untuk mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, menemukan serta menggunakan kemampuan-kemampuan analitis dan imaginative dalam dirinya.
Ada beberapa macam metode yang biasa digunakan seorang guru atau instruktur dalam meningkatkan kemampuan belajar peserta didiknya seperti metode diskusi, ceramah, Inquiry dan lain-lain. Saya ingin memperkenalkan salah satu metode yakni metode TPR (Total Physical Response) sebagai salah satu teknik penyajian dalam pengajaran khususnya dalam pembelajaran bahasa asing, baik itu bahasa Inggris, Jepang, Perancis, dan lain-lain.
Metode pembelajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dikuasai oleh peserta didik dengan kata lain ilmu tentang guru mengajar dan murid belajar.


1.Pengertian Metode TPR (Total Physical Response)

          Menurut Richards J dalam bukunya Approaches and Methods in Language Teaching, TPR didefinisikan:
“a language teaching method built around the coordination of speech and action; it attempts to teach language through physical (motor) activity”.
Jadi metode TPR (Total Physical Response) merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action); dan berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor).
Sedangkan menurut Larsen dan Diane dalam Technique and Principles in Language Teaching, TPR atau disebut juga ”the comprehension approach” atau pendekatan pemahaman yaitu suatu metode pendekatan bahasa asing dengan instruksi atau perintah.
Metode ini dikembangkan oleh seorang professor psikologi di Universitas San Jose California yang bernama Prof. Dr. James J. Asher yang telah sukses dalam pengembangan metode ini pada pembelajaran bahasa asing pada anak-anak. Ia berpendapat bahwa pengucapan langsung pada anak atau siswa mengandung suatu perintah, dan selanjutnya anak atau siswa akan merespon kepada fisiknya sebelum mereka memulai untuk menghasilkan respon verbal atau ucapan.
Metode TPR ini sangat mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik karena masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajarannya terutama pada saat mempelajari bahasa asing, dan juga dapat menciptakan suasana hati yang positif pada peserta didik yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam pelajaran tersebut. Makna atau arti dari bahasa sasaran dipelajari selama melakukan aksi.
Guru atau instruktur memiliki peran aktif dan langsung dalam menerapkan metode TPR ini. Menurut Asher ”The instructor is the director of a stage play in which the students are the actors”, yang berarti bahwa guru (instruktur) adalah sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa sebagai pelaku atau pemerannya. Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran.
Siswa dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar dan pelaku. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan guru baik secara individu maupun kelompok.


2.Bentuk Aktivitas dengan Metode TPR dalam PBM (Proses Belajar Mengajar).
          Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode TPR ini banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa antara lain:
a.Latihan dengan menggunakan perintah (Imperative Drill ), merupakan aktivitas utama yang dilakukan guru di dalam kelas dari metode TPR. Latihan berguna untuk memperoleh gerakan fisik dan aktivitas dari siswa.
b.Dialog atau percakapan (conversational dialogue).
c.Bermain peran (Role Play), dapat dipusatkan pada aktivitas sehari-hari seperti di sekolah, restoran, pasar, dll.
d.Presentasi dengan OHP atau LCD
e.Aktivitas membaca (Reading) dan menulis (Writing) untuk menambah perbendaharaan kata (vocabularies) dan juga melatih pada susunan kalimat berdasarkan tenses dan sebagainya.


3.Teori pembelajaran TPR
Teori pembelajaran bahasa TPR yang diterapkan pertama kali oleh Asher ini mengingatkan pada beberapa pandangan para psikolog, misalnya Arthur Jensen yang pernah mengusulkan sebuah model 7-langkah unutk mendeskripsikan perkembangan pembelajaran verbal anak. Model ini sangat mirip dengan pandangan Asher tentang penguasaan bahasa anak. Asher menyajikan 3 hipotesa pembelajaran yang berpengaruh yaitu:
1.Terdapat bio-program bawaan yang spesifik untuk pembelajaran bahasa yang menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk pengembangan bahasa pertama dan kedua.
2.Lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang berbeda pada otak kiri dan kanan.
3.Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, stress yang lebih rendah kapasitasnya maka pembelajaran menjadi lebih baik.



 (PROJECT BASE LEARNIG)
  Project Based Learning is an instructional approach built upon authentic learning activities that engage student interest and motivation. These activities are designed to answer a question or solve a problem and generally reflect the types of learning and work people do in the everyday world outside the classroom.
  Project Based Learning is generally done by groups of students working together toward a common goal. Performance is assessed on an individual basis, and takes into account the quality of the product produced, the depth of content understanding demonstrated, and the contributions made to the ongoing process of project realization

DESIGNING AND PLANNING SUCCESSFUL PROJECTS
  1. BEGIN WITH THE END IN MIND
Great project begin with planning for the end result. In this section, you will learn to conceive manageable project s with engaging themes and high standard.    
By beginning with the end in mind, you will improve  your ability to plan projects , as well  as communicate the purpose and context of project to your students.  Students who understand the meaning of what they are learning  retain more information , apply their knowledge more skillfully, and feel more motivated to achieve
The Step Is :
            a. Develop a Project Idea
b. Decide The Scope of  the Project
c. Select Standard
d. Incorporate Simultaneous Outcomes
e. Work from Project Design Criteria
f. create the  Optimal Learning Environment.

Project based learning
            Project Base Learning Process
1.         Students are faced with the problem and try to finish that  problems .
2.         Identifying what should be studied to better understand the problemsandhotosolveit.
3.         Seek information from various sources such as books, journals,         reports, online information or ask an expert in accordance with   the field. In this way, learning is personalized according to the             needs and lifestyles of each individual.
4.         After getting the information, they are back on the problem and         apply what they have learned to understand and solve them.
5.         At the end of the process, students are assessed against him   and give criticism for his friends.


SUMMARY
PBL is one of teaching method that used by a teacher to teach their student by put or engage them into one group to solve the problem together
In PBL not the result  of the student task  that can be a main focus of teacher, but the main focus is the process or the way the students working together to solve the task or problem.

PENGAJARAN BAHASA DENGAN METODE SILENT WAY,



  1. Pendahuluan
Silent Way adalah nama suatu metode pengajaran bahasa yang ditemukan oleh Caleb Gattegno. Hipotesis-hipotesis pembelajaran yang mendasari metode Gattegno ini adalah:

  1. Pembelajaran dipermudah jika si pembelajar mendapatkan atau menciptakan hal baru dibandingkan dengan mengingat dan mengulang apa yang harus dipelajari.

  1. Pembelajaran dipermudah dengan menggunakan objek fisik.

  1. Pembelajaran dipermudah dengan pemecahan masalah yang melibatkan materi yang diajarkan.
Menurut Jerome Bruner, seorang filsuf dan psikolog pendidikan, pengajar dan pembelajar berada dalam posisi yang lebih kooperatif. Pembelajar bukanlah hanya pendengar melainkan juga ikut berperan aktif dalam pembelajaran. (Bruner 1966:83). Hal ini sesuai dengan Silent Way yang memandang pembelajaran sebagai suatu aktivitas pencarian hal baru yang kreatif dan aktivitas pemecahan masalah, di mana si pembelajar menjadi pelaku utama. Keuntungan dari cara pembelajaran ini adalah a) meningkatnya potensi intelektual, b) bergesernya pemahaman dari ekstrinsik ke intrinsik, c) pembelajaran melalui penemuan oleh diri sendiri, d) membantu fungsi memori. Silent Way juga dikaitkan dengan serangkaian premis yang disebut sebagai “pendekatan-pendekatan problem solving pada pembelajaran”. Premis-premisnya ini terwakili oleh ucapan Benjamin Franklin: Tell me and I forget Teach me and I remember, Involve me and I learn

  1. Prinsip-Prinsip Dasar Silent Way dalam Pengajaran Bahasa
Seperti metode-metode lainnya, Gattegno menjadikan pemahamannya terhadap proses pembelajaran bahasa pertama sebagai dasar untuk membuat prinsip-prinsip mengajar bahasa asing bagi orang dewasa. Gattegno menganjurkan agar pembelajar kembali ke cara bayi belajar. Gattegno mengusulkan artificial approach yang didasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran yang berhasil melibatkan sebuah komitmen diri pada pemerolehan bahasa melalui kesadaran dan uji coba aktif. Penekanan Gattegno yang berulang-ulang pada lebih pentingnya pembelajaran daripada pengajaran, menempatkan komitmen dan prioritas diri pembelajar sebagai fokus. Diri yang dimaksud di sini terdiri atas dua sistem, yaitu sistem pembelajaran dan sistem pemerolehan. Sistem Pembelajaran diaktifkan oleh kesadaran intelegensi. Silence dianggap sebagai cara yang terbaik untuk pembelajaran, karena dengan silence para pembelajar berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan cara-cara potensial untuk penyelesaiannya. Silence, yang menghindari pengulangan, menjadi alat bantu bagi kesadaran, konsentrasi, dan  kesiapan mental. Sistem Pemerolehan memungkinkan kita untuk mengingat unsur-unsur bahasa dan prinsip-prinsipnya, dan memungkinkan komunikasi bahasa berlangsung. Pemerolehan dengan upaya mental, kesadaran, dan kebijaksanaan lebih efisien daripada pemerolehan melalui pengulangan mekanis. Kesadaran dapat diajarkan. Ketika seseorang belajar ‘secara sadar’, kekuatan kesadaran seseorang dan kapasitasnya untuk belajar menjadi lebih besar. Karena itu, Silent Way menyatakan bahwa hal tersebut mempermudah apa yang disebut para psikolog sebagai Learning to learn. Rangkaian proses yang membangun kesadaran berasal dari perhatian, penggunaan, perbaikan diri, dan penyerapan. Kegiatan koreksi diri melalui kesadaran diri inilah yang membuat Silent Way berbeda dari metode pembelajaran bahasa yang lain. Tetapi Silent Way bukanlah semata-mata sebuah metode pengajaran bahasa. Gattegno melihat pembelajaran bahasa melalui silent way sebagai pengembalian potensi dan kekuatan diri. Tujuan Gattegno bukanlah sekedar pembelajaran bahasa kedua, melainkan pendidikan untuk kepekaan dan kekuatan spiritual individu. Tujuan umum Silent Way adalah mengajarkan pembelajar bagaimana cara belajar bahasa, dan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan  melalui proses pembelajaran bahasa asing atau bahasa kedua dapat digunakan untuk mempelajari segala hal lain yang belum diketahui.


SUGESTOPEDIA
Sugestopedia adalah metode pengajaran, yang berfokus pada bagaimana menangani hubungan antara potensi mental dan efektivitas belajar dan sangat tepat untuk digunakan dalam berbicara pengajaran bagi pembelajar bahasa muda (Xue, 2005. Metode ini diperkenalkan oleh seorang psikolog dan pendidik Bulgaria, George Lazanov pada tahun 1975 Maleki (2005) percaya bahwa kita mampu belajar lebih banyak dari yang kita pikirkan, asalkan kita menggunakan kekuatan otak kita dan kapasitas batin. Selain itu, DePorter (2008) diasumsikan bahwa otak manusia dapat memproses jumlah besar bahan jika diberikan kondisi yang tepat untuk belajar dalam keadaan relaksasi dan menyatakan bahwa sebagian besar siswa hanya menggunakan 5 sampai 10 persen dari kapasitas mental mereka. Lazanov dibuat Sugestopedia untuk belajar yang memanfaatkan keadaan rileks pikiran untuk bahan retensi maksimum. Dengan menggunakan semacam ini methof, YLLs bisa mendapatkan menghafal 25 kali lebih cepat daripada metode konvensional (Bowen, 2009).

Sugestopedia adalah metode input yang efektif berbasis dipahami dengan kombinasi desuggestion dan saran untuk mencapai pembelajaran super. Tujuan yang paling penting dari Sugestopedia adalah untuk memotivasi lebih banyak potensi mental siswa untuk belajar dan yang diperoleh dengan sugesti. Desuggestion berarti bongkar bank memori, atau cadangan, kenangan yang tidak diinginkan atau memblokir. Saran maka berarti loading bank memori dengan kenangan yang diinginkan dan memfasilitasi.

Lazanov (1978) dikutip dalam Lica (2008) berpendapat bahwa peserta didik memiliki kesulitan dalam memperoleh bahasa Inggris sebagai bahasa kedua karena takut para siswa untuk membuat kesalahan. Ketika peserta didik berada dalam kondisi ini, jantung dan meningkatkan tekanan darah. Ia percaya bahwa ada mental block dalam otak peserta didik '(filter afektif). Ini blok filter input, sehingga peserta didik mengalami kesulitan untuk menguasai bahasa yang disebabkan oleh ketakutan mereka. Kombinasi desuggestion dan saran adalah untuk menurunkan filter afektif dan memotivasi potensi mental siswa untuk belajar, yang bertujuan untuk mempercepat proses dimana mereka belajar untuk memahami dan menggunakan bahasa target untuk komunikasi untuk mencapai pembelajaran super. Ini adalah tujuan akhir dari Sugestopedia

Richard dan Rogers (1998) menyatakan bahwa ada beberapa komponen teori di mana desuggestion dan saran beroperasi:

Key Features of Suggestopedia: Fitur utama dari Sugestopedia:

Comfortable environment ( Lingkungan nyaman )

Dalam jenis metode pengajaran, kelas ini sangat berbeda dari kelas umum. Di dalam kelas, kursi-kursi diatur setengah lingkaran dan menghadap papan hitam atau putih untuk membuat siswa lebih memperhatikan dan lebih santai. Lampu di dalam kelas redup untuk membuat pikiran siswa lebih santai (Xue, 2005).

Penggunaan musik

Salah satu keunikan yang paling dari metode ini adalah penggunaan musik Barok selama proses belajar. Ostrander dan Schroeder dikutip dalam Harmer (1998) mengatakan bahwa musik Barok, dengan 60 ketukan per menit dan irama yang spesifik, menciptakan semacam keadaan rileks pikiran untuk retensi maksimum dari bahan . Hal ini diyakini bahwa musik Barok menciptakan tingkat konsentrasi santai yang memfasilitasi asupan dan retensi dalam jumlah besar bahan. Barok musik membantu siswa sugestopedia untuk mencapai negara tertentu relaksasi, di mana penerimaan meningkat (Radle, 2008 Peningkatan potensi belajar dimasukkan ke peningkatan otak alfa dan penurunan preasure darah dan denyut jantung. Musik yang digunakan juga tergantung pada keterampilan yang diharapkan dari siswa: tata bahasa, latihan imajinasi, membuat rencana masa depan, diskusi, dll

Peripheral Learning

Para siswa memperoleh bahasa Inggris tidak hanya dari instruksi langsung tetapi juga dari instruksi langsung. Hal ini didorong melalui kehadiran dalam lingkungan belajar poster dan dekorasi yang menampilkan bahasa target dan informasi gramatikal berbagai. Dengan melakukan ini, siswa bisa belajar banyak hal undirectly di kelas atau ruang kelas di luar. Misalnya, YLLs dapat membuat produksi lisan sederhana dengan menggunakan poster atau informasi gramatikal di dinding.

Free Errors

Dalam proses belajar mengajar berbicara,. Penekanannya adalah pada konten tidak strukturTata bahasa dan kosakata disajikan dan diberikan pengobatan dari guru, tetapi tidak tinggal di.

Homework is limited PR terbatas

YLLs membaca ulang materi yang diberikan di kelas sekali sebelum mereka pergi tidur di malam hari dan sekali di pagi hari sebelum mereka bangun.

Musik, drama dan seni yang terintegrasi dalam proses pembelajaran

Mereka terintegrasi sesering mungkin

Suggestopedia in the Classroom Sugestopedia di dalam Kelas

Pengajaran berbicara untuk YLLs menggunakan Sugestopedia, guru harus mengambil tiga langkah (Lazanov, 1982) dikutip dalam Xue (2005):

 Presentasi
Presentasi adalah dasar dari melakukan Sugestopedia di kelas berhasil. Tujuan utama dalam tahap ini adalah untuk membantu siswa santai dan pindah ke kerangka berpikir positif, dengan perasaan bahwa belajar akan menjadi mudah dan lucu. Desuggestion dan saran terjadi pada tahap ini pada waktu yang sama.

The first concert

Hal ini melibatkan presentasi aktif dari material yang akan dipelajari. Bentuk asli dari Sugestopedia disajikan oleh Lozanov terdiri dari penggunaan dialog diperpanjang, sering beberapa halaman panjang, disertai dengan daftar kosakata dan pengamatan pada poin tata bahasa. Biasanya dialog ini akan dibaca keras-keras untuk YLLs dengan iringan musik.

Second Concert Kedua Konser

. Para siswa sekarang dibimbing untuk rileks dan mendengarkan beberapa musik Barok Pilihan terbaik dari musik sesuai dengan Lozanov, dengan teks yang sedang dipelajari sangat tenang di latar belakang. Selama kedua jenis membaca, pembelajar akan duduk di kursi yang nyaman, kursi daripada kursi-kursi kelas, dalam lingkungan yang nyaman. Setelah pembacaan ini dialog yang panjang dengan iringan musik, guru akan memanfaatkan dialog untuk pekerjaan bahasa yang lebih konvensional. Musik membawa siswa ke dalam kondisi mental yang optimal untuk akuisisi usaha material. Para siswa, kemudian, membuat dan praktik dialog setelah mereka menghafal isi material.



 Praktek

Penggunaan berbagai permainan peran, permainan, teka-teki, dll untuk meninjau dan mengkonsolidasikan pembelajaran. Berikut adalah contoh berbicara mengajar menggunakan memainkan peran:

Guru menyapa siswa dengan bahasa Inggris atau bahasa asli mereka dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan memiliki pengalaman baru dan menarik dalam pembelajaran bahasa.

Guru meminta siswa untuk menutup mata mereka dan memberitahu mereka bahwa mereka akan pergi ke negara yang berbahasa Inggris. Misalnya, mereka berada di bandara. "Sekarang, Anda berada di bandara Amerika, mendengarkan orang-orang di sekitar Anda Mereka berbicara dengan pejabat imigrasi ", kata guru itu. Guru meminta mereka untuk membuka mata mereka dan membawa kesadaran mereka ke kelas. Dia mengatakan, "Selamat datang ke Inggris!".

Kemudian, guru mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan memiliki nama baru dan identitas dengan menunjukkan poster menampilkan nama-nama bahasa Inggris. Para siswa akan mengucapkan nama dengan mengulangi guru. Guru membantu mereka dengan melakukan pantomim untuk membantu mereka memahami tentang identitas baru mereka seperti dokter, perawat, polisi, dll

nt using his name and ask some questions in English about his occupation. Guru menyapa setiap siswa menggunakan nama dan mengajukan beberapa pertanyaan dalam bahasa Inggris tentang pekerjaannya.. Melalui tindakannya, para siswa memahami makna dan mereka menjawab 'ya' dan  tidak'.

 Guru mengajarkan mereka sebuah dialog singkat tentang ucapan dalam bahasa Inggris Setelah itu, siswa akan praktek. Guru memberitahu siswa bahwa mereka sedang mengadakan pesta dan mereka harus memperkenalkan satu sama lain dengan nama baru mereka dan identitas.

Selanjutnya, guru mengumumkan bahwa kelas selesai dan mereka akan memiliki kegiatan lain yang menarik besok dan mereka tidak memiliki pekerjaan rumah.

 Keuntungan

 Sebagai metode tertentu, Sugestopedia menawarkan beberapa manfaat untuk digunakan dalam ruang kelas bahasa kedua untuk YLLs. Ada beberapa manfaat dalam menggunakan Sugestopedia:

Sebuah masukan comprehesible berdasarkan dessugestion dan prinsip saran

Dengan menggunakan metode pengajaran, YLLs dapat menurunkan filter afektif mereka Sugestopedia kelas, di samping itu, diadakan di kamar biasa dengan kursi yang nyaman, sebuah praktik yang juga dapat membantu mereka rileks Guru dapat melakukan banyak hal-hal lain untuk menurunkan filter afektif. Menurut Kharsen (1989) dikutip dalam Xue (2005) kegiatan yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan lebih mengenal satu sama lain dapat membantu kecemasan lebih rendah dan membuat siswa untuk mengadopsi nama baru untuk durasi kursus bahasa mungkin memiliki efek yang sama.

Konsep Otoritas

Siswa ingat terbaik dan yang paling dipengaruhi oleh informasi yang datang dari sumber otoritatif, guru.

Double-planedness teori

Hal ini mengacu pada belajar dari dua aspek. Mereka adalah aspek sadar dan satu bawah sadar. YLLs dapat memperoleh tujuan instruksi pengajaran dari kedua instruksi langsung dan lingkungan di mana mengajar berlangsung.

Peripheral belajar

Sugestopedia mendorong siswa untuk menerapkan bahasa yang lebih mandiri, mengambil tanggung jawab lebih pribadi untuk belajar mereka sendiri dan mendapatkan lebih percaya diri. Informasi perifer juga dapat membantu mendorong siswa untuk menjadi lebih eksperimental, dan melihat ke sumber-sumber selain guru untuk masukan bahasa. Sebagai contoh, siswa dapat membuat beberapa kalimat dengan menggunakan struktur gramatikal ditempatkan di dinding ruang kelas itu, menggambarkan tempat tertentu dalam suatu negara berbahasa Inggris dengan melihat poster di dinding, dll Ketika para siswa berhasil dalam melakukan self-kegiatan , mereka akan lebih percaya diri.

Kekurangan

Hal ini tidak adil untuk menganalisis hanya dari aspek manfaat Sugestopedia juga memiliki keterbatasan karena tidak ada metode pengajaran tunggal yang chategorized sebagai yang terbaik didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti: kurikulum, motivasi siswa, keterbatasan keuangan, jumlah siswa, dll



      : Kelemahan utama dari Sugestopedia adalah sebagai berikut:

Lingkungan pembatasan

Sebagian besar sekolah di negara-negara Each class consists of 30 to 40 students. Setiap kelas terdiri dari 30 sampai 40 siswa. Salah satu masalah yang dihadapi dalam menggunakan metode ini adalah jumlah siswa di kelas. Harus ada 12 siswa di kelas (Adamson, 1997).

Penggunaan hipnosis

Beberapa orang mengatakan bahwa Sugestopedia menggunakan hipnosis, sehingga memiliki efek yang mendalam buruk bagi manusia. Lazanov membantah keras tentang hal itu.





Infantilization belajar

Sugestopedia kelas dikondisikan menjadi anak-seperti situasi. Ada beberapa siswa yang tidak suka diperlakukan seperti ini karena mereka berpikir bahwa Thay dewasa.



Menggunakan Sugestopedia tidak mudah terutama di negara-negara di mana tingkat pendidikan masih rendah. Ini membutuhkan guru yang profesional dan berpengalaman. Sangat sedikit guru yang bekerja berada dalam posisi di mana mereka dapat menggunakan sistem ini (Adamson, 1997). Para guru harus mengambil lebih banyak pelatihan dalam rangka pemanfaatan Sugestopedia di dalam kelas. Richards dan Rogers (1998) dikutip dalam Xue (2005) menyatakan bahwa dalam melakukan Sugestopedia untuk YLLs, ada beberapa saran:

(1) Guru menunjukkan kepercayaan mutlak dalam metode.

 (2) Guru menampilkan perilaku pemilih dalam perilaku dan pakaian.

(3)  Mengajar mengatur dengan benar dan ketat mengamati tahap awal dari proses pengajaran. Ini termasuk pilihan dan memutar musik, serta ketepatan waktu.

(4) Guru memelihara sikap serius terhadap sesi.

(5) Guru memberikan tes dan merespon dengan bijaksana ke kertas miskin (jika ada).

(6) Stres global daripada sikap analitis terhadap materi.

(7) Guru memelihara antusiasme sederhana
 

PARTICIPATORY APPROACH

            Participatory approaches are
           
a product of long lasting interaction between researchers, development workers, government agents and local populations.
            HISTORY OF PAaRTICIPATORY APPROACH
            In the early 1960s, Freire developed a native-language literacy program for slum dwellers and peasants in Brazil. Freire engaged learners in dialogues about problems in their lives. These dialogs not only became the basis for literacy development, but also for reflection and action to improve students' lives.
Freire believed that 'education is meaningful to the extent that it engages learners in reflecting on their relationship to the world they live in and provides them with a means to shape their (Freire and Macedo 1987 in Auerbach 1992).
IN THEa FACT                     
            Education is not value free, it occurs within a particular context.
The goal of the participatory approach is                
            to help students to understand the social, historical, or cultural forces that affect        their lives, and then to help empower students to take action and make decisions in order to         gain control over their lives (Wallerstein 1983).  



Let us examine the practices and principles of the participatory approach.

Experience
                       
Let us now see a lesson in which the participatory approach is being practiced.
           
            The students are recent immigrants to the United States from Central Europe. They   are adults who work part-time during the day and study English at night. Although    attendance fluctuates somewhat due to family and work demands placed on the students,            tonight there are ten adults present as the class gets underway.
            The teacher begins, 'Good evening everyone. How are you tonight? The students      return the greeting warmly and interact with the teacher and each other, only interrupting           to greet latecomers. They know from previous experience that this is a time to catch up on anything of significance that has happened in their lives since last week's class.
           
            One student discusses the fact that one of her children is struggling at schools. He     never wants to go to school. She does not know what the problem is, but she is worried.
            Having listened to the students and having taken note of their issues, the teacher       continues, 'Last week, we were talking about why it is difficult for some of you to come to    Having listened to the students and having taken note of their issues, the teacher continues,         'Last week, we were talking about why it is difficult for some of you to come to class    regularly. Now, I know that most of you work during the day and you have your family to   take care of in the evening.
CONCLUSION
Learning to communicate by communicating, rather than by preparing to do so through        practicing the various pieces of language, is a different way to approach the goal of            developing students' communicative competence.

Problem Based Learning
What is the meaning of problem based learning ??
Problem is something that must be completed
Based can be also called as a beginning
Learning have means students as the object turns into a subject in the learning process          (innovative learning).

 
            Problem based learning is
one alternative learning model that allows the development of students’ thinking skills          (reasoning, communication, and connection) in solving problems to deal with something             new.
Learning environment must be prepared in the PBL is

           
An open learning environment, using the democratic process, and emphasizes the active       role of students.
The steps student in Problem Based Learning
            There are 8 steps, such as :
1.         Finding the problem
2.         Defining the problem
3.         Gather the fact
4.         Making hypothesis
5.         Research
6.         Rephrasing the problem
7.         Homologate alternative
8.         Propose a solution
Instructions for teacher in the learning with problem based learning
Problem Based Learning approach the students present their ideas to others and to    understand and to guide teachers with new ideas in the form of concepts and principles.
The purpose of  Problem Based Learning
1. There are 5 kinds, such as :
            Mastery of the content of learning and problem solving skill development.
2.         Associated with learning about the life (life-wide learning).
3.         Skills to understand information.
4.         Collaborative and team learning.
5.         Reflective thinking and evaluative skills.
Design roots in Problem Based Learning
Root of the design problem is a real problem in the form of a fact of life.
By Michael Hicks (1991), there are 4 kinds when talking about the problem :
1.         Understanding the problem.
2.         We don’t know how to solve the problem.
3.         The desire to solve problems.
4.         The believe is able to solve the problem.
Design problem
There are 4 kinds, such as :
1.         The characteristics
2.         Context
3. Resources and learning environment
4.         Presentation
The concept and characteristic s  of Problem Based Learning
A.     concept
1. Force issues.
2. Problems and pedagogy.
3. Problems and multiple perspective.
4. Problem Based Learning and cognition.
B. Characteristics
There are 9 kinds, such as :
1.   The problem is the starting point in learning.
2    That problem is that there should be a real world.
3.   Problems require multiple perspectives.
4.   Challenging problems of knowledge which is owned by the students in terms of attitude and competence.
5.   Learning self-direction into the main.
6.   Utilization of diverse source of knowledge, use, and evaluation of information resources.
7.   Learning is collaborative, communication, and cooperative.
8.   Development of inquiry skills in problem solving to find solution to a problem.
9.   Problem Based Learning involves the evaluation and review of the student experiences and learning.
Curriculum development and  curriculum planning in Problem Based Learning
A.     Curriculum development
Curriculum in the Problem Based
Learning :
1.         Mega level (the level)
2.         Macro level (the what)
3.         Micro level (the how)
 
B.     Curriculum planning
The steps :
1.         Define goals and objectives in utilizing Problem Based Learning.
2.         The development standards include: using,  what is needed, and outcomes    that you want to accomplish.

Learning theory underlying the problem based learning approach
            1.Theory of meaningful learning of David Ausubel  :
            a. learning significant (meaningful learning
            b. Learning is required
           2. Learning theory Vigotsky
           3. Learning theory of Jerome S. Bruner
            Conclusion
             Based Learning is one approach that is used to stimulate’ thinking in a situation of               high levels of oriented real world problem, including learning how to learn.
Neurolinguistic programming
The idea is that these principles become part of the belief system of the teacher and shape the way teaching is conducted no matter what method the teacher is using :
  Mind and body are interconnected
  The map is not the territory
  There Is no failure, only  feedback  . . . . . .and a renewed opportunity for success.
  The map become the territory
  Knowing what you want helps you get it
  The resource we need are within us
  Communications is nonverbal as well as verbal
  The nonconscious mind is benevolent
  Communication is nonconscious as well as conscious
  All behavior has a positive intention
  The meaning of my communication is the response I get
  Modeling excellent behavior leads to excellence
  In any system, the element with the greatest flexibility will have the most influence on that system.

Procedure
  Students are told that they are going on
  Check that they understand vocabulary
  Students are asked relax
  Imagine biscuit
  Ask the students to describe
  Ask them to say again the sentence
  Put a large pieces of paper
  On other pieces of paper
  Ask students to stand
  Students write on the paper
Conclusion
            NLP ( Neurolinguistic Programming)  is not a language teaching method. It does not consist of a set of techniques for teaching a language based on theories and assumptions at the levels of an approach and a design. NLP  practitioners believe that if language teachers adopt and use the principles of NLP, they  will become more effective teachers.
Learning Strategy Training
What is lst ?
ž  Is when research observed that language teachers time might be profitably spent in learning training. Such suggestion led to the idea of learning strategy training. Training students in the use of learning strategies in order to improve  their learning effectiveness.
Experience
ž  Where the students will be working on improving their reading by learning to preview and to skim to get the main idea of a reading passage. Learning this strategy will improve their comprehension and the speed at which they read.
We uses the think-aloud    technique in this concept :
ž  To do first is read title.
ž  Read the first paragraph. But we don’t read every word. Let our eyes skim it very quickly, just picking out what we think are the main ideas.
ž  When we read through the first paragraph quickly and don’t read every word, skip those if we don’t know the meaning of. See what we can learn about the main idea of the reading in this way.
ž  Don’t use dictionary.
The benefits of this concept :
ž  The benefit of learning strategy training is that it can help learners to continue to learn after they have completed their formal study to be more effective in learning the target language.


Metode Alami (Natural Method) Metode alami (Natural Method) disebut demikian karena dalam proses belajar, siswa dibawa ke alam seperti halnya pelajaran bahasa ibu sendiri Dalam pelaksanaannya metode ini tidak jauh berbeda dengan metode langsung (direct) dimana guru menyajikan materi pelajaran langsung dalam bahasa asing tanpa diterjemahkan sedikitpun, kecuali dalam hal-hal tertentu di mana kamus dan bahasa anak didik dapat digunakan. Ciri Metode Natural ini antara lain :
Urutan pelajaran mula-mula diberikan melalui menyimak/mendengarkan (listening) baru kemudian percakapan (speaking), membaca (reading) menulis atau (writing) terahir baru gramatika
Pelajaran disajikan mula-mula memperkenalkan kata-kata yang sederhana yang telah diketahui oleh anak didik, kemudian memperkenalkan benda-benda mulai dari benda-benda yang ada di dalam kelas, dirumah dan luar kelas, bahkan mengenal luar negeri atau negara-negara asing terutama Timur Tengah.
Alat peraga dan kamus yang dapat digunakan sewaktu-waktu sangat diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan mengartikan kata-kata sulit dalam bahasa asing, dan memperbanyak perbendaharaan kata-kata atau memperkaya Vocabulary sebagai syarat utama menguasai bahasa asing
Oleh karena kemampuan dan kelancaran membaca dan bercakap-cakap sangat diutamakan dalam metode ini maka pelajaran gramatikal (tata bahasa) kurang diperhatikan
Kebaikan Metode Natural
Kebaikan metode ini antara lain :
Pada tingkat lanjutan metode ini sangat efektif, karena setiap individu siswa dibawa ke dalam suasana lingkungan sesungguhnya untuk aktif mendnegarkan dan menggunakan percakapan dalam bahasa asing
Pengajaran membaca dan bercakap-cakap dalam bahasa asing sangat diutamakan, sedangkan pelajaran gramatika diajarkan sewaktu-waktu saja
Pengajaran menjadi bermakna dan mudah diserap oleh siswa, karena setiap kata dan kalimat yang diajarkan memiliki konteks (hubungan) dengan dunia (kehidupan sehari-hari) siswa/anak didik

Segi kekurangan metode ini antara lain :
Siswa merasa kesulitan belajar apabila belum memiliki bekal dasar bahasa asing terutama pada pada tingkat-tingkat pemula, sehingga penggunaan/ pemakaian bahasa asli siswa tidak dapat dihindari. Dengan demikian tujuan semua dari metode ini untuk membaca dan bercakap-cakap selalu dalam bahasa asing sulit diterapkan secara murni, tapi harus diterapkan secara konsekuen
Pada umumnya anak didik dan guru bersikap tradisional mengutamakan gramatika lebih dahulu daripada membaca dan percakapan sesuatu hal yang salah secara alamiah yang amat perlu diubah
Pada umumnya pengajaran bahasa asing di sekolah-sekolah kita sangat terasa kekurangan macam-macam media/alat peraga yang diperlukan; yang seyogyanya para guru harus aktif membuatnya
Guru yang kurang memiliki kemampuan dan pengalaman praktis dalam berbahasa asing merupakan faktor sulitnya diterapkan dan berhasil secara baik metode tersebut. Guru haruslah seorang yang aktif berbicara di dalam bahasa asing tersebut, barulah murid-muridnya akan mampu pula aktif di dalam belajar (praktek) bahasa.
 BLANDED LEARNING
Blanded Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang t ... Blended Learning itu?Sesuai namanya, blended learning adalah metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara training konvensional di mana trainer dan trainee bertemu langsung dengan training online yang bisa diakses kapan saja, di mana saja 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Adapun bentuk lain dari blended learning adalah pertemuan virtual antara trainer dengan trainee. Mereka mungkin saja berada di dua dunia berbeda, namun bisa salin ... Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya E. Hartley menyatakan:eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media ...
Apa itu e-Learning?E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya E. Hartley menyatakan:eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms menyatakansuatu definisi yang lebih luas bahwa: eLearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.Walaupun sepertinya e-Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari .