http://www.youtube.com/watch?v=qiYwDo9C9KQ
Minggu, 30 Juni 2013
Jumat, 28 Juni 2013
CONTENT BASED INSTRUCTION
Alat peraga untuk membwa siswa berfikir menyebutkan maksud dari instruksi berupa sebuah NOUN
Multiple Intelligences
Melalui pengenalan akan Multiple Intelligences, kita dapat mempelajari kekuatan / kelemahan anak dan memberikan mereka peluang untuk belajar melalui kelebihan-kelebihannya.
Tujuan: anak memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi dunia, bekerja dengan ketrampilan sendiri dan mengembangkan
kemampuannya sendiri.
1.
Kecerdasan Linguistik
- Mampu membaca, mengerti apa yang dibaca.
- Mampu mendengar dengan baik dan memberikan respons dalam suatu komunikasi verbal.
- Mampu menirukan suara, mempelajari bahasa asing, mampu membaca karya orang lain.
- Mampu menulis dan berbicara secara efektif.
- Tertarik pada karya jurnalism, berdebat, pandai menyampaikan cerita atau melakukan perbaikan pada karya tulis.
- Mampu belajar melalui pendengaran, bahan bacaan, tulisan dan melalui diskusi, ataupun debat.
- Peka terhadap arti kata, urutan, ritme dan intonasi kata yang diucapkan.
- Memiliki perbendaharaan kata yang luas, suka puisi, dan permainan kata.
Profesi:
pustakawan, editor, penerjemah, jurnalis, tenaga bantuan hukum, pengacara,
sekretaris, guru bahasa, orator, pembawa acara di radio / TV, dan sebagainya.
2. Kecerdasan Logika – Matematika
2. Kecerdasan Logika – Matematika
- Mengenal dan mengerti konsep jumlah, waktu dan prinsip sebab-akibat.
- Mampu mengamati objek dan mengerti fungsi dari objek tersebut.
- Pandai dalam pemecahan masalah yang menuntut pemikiran logis.
- Menikmati pekerjaan yang berhubungan dengan kalkulus, pemograman komputer, metode riset.
- Berpikir secara matematis dengan mengumpulkan bukti-bukti, membuat hipotesis, merumuskan dan membangun argumentasi kuat.
- Tertarik dengan karir di bidang teknologi, mesin, teknik, akuntansi, dan hukum.
- Menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menjelaskan konsep dan objek yang konkret.
Profesi:
auditor, akuntan, ilmuwan, ahli statistik, analisis / programer komputer, ahli
ekonomi, teknisi, guru IPA / Fisika, dan sebagainya.
3.
Kecerdasan Intrapersonal
- Mengenal emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu menyalurkan pikiran dan perasaan.
- Termotivasi dalam mengejar tujuan hidup.
- Mampu bekerja mandiri, mengembangkan kemampuan belajar yang berkelanjutan dan mau meningkatkan diri.
- Mengembangkan konsep diri dengan baik.
- Tertarik sebagai konselor, pelatih, filsuf, psikolog atau di jalur spiritual.
- Tertarik pada arti hidup, tujuan hidup dan relevansinya dengan keadaaan saat ini.
- Mampu menyelami / mengerti kerumitan dan kondisi manusia.
Profesi:
ahli psikologi, ulama, ahli terapi, konselor, ahli teknologi, perencana
program, pengusaha, dan sebagainya.
4. Kecerdasan
Interpersonal
- Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pandai menjalin hubungan sosial.
- Mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku, dan harapan orang lain.
- Memiliki kemampuan untuk memahami orang lain dan berkomunikasi dengan efektif, baik secara verbal maupun non-verbal.
- Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kelompok yang berbeda, mampu menerima umpan balik yang disampaikan orang lain, dan mampu bekerja sama dengan orang lain.
- Mampu berempati dan mau mengerti orang lain.
- Mau melihat sudut pandang orang lain.
- Menciptakan dan mempertahankan sinergi.
Profesi:
administrator, manager, kepala sekolah, pekerja bagian personalia / humas,
penengah, ahli sosiologi, ahli antropologi, ahli psikologi, tenaga penjualan,
direktur sosial, CEO, dan sebagainya.
5. Kecerdasan Musikal
5. Kecerdasan Musikal
- Menyukai banyak jenis alat musik dan selalu tertarik untuk memainkan alat musik.
- Mudah mengingat lirik lagu dan peka terhadap suara-suara.
- Mengerti nuansa dan emosi yang terkandung dalam sebuah lagu.
- Senang mengumpulkan lagu, baik CD, kaset, atau lirik lagu.
- Mampu menciptakan komposisi musik.
- Senang improvisasi dan bermain dengan suara.
- Menyukai dan mampu bernyanyi.
- Tertarik untuk terjun dan menekuni musik, baik sebagai penyanyi atau pemusik.
- Mampu menganalisis / mengkritik suatu musik.
Profesi:
DJ, musikus, pembuat instrumen, tukang stem piano, ahli terapi musik, penulis
lagu, insinyur studio musik, dirigen orkestra, penyanyi, guru musik, penulis
lirik lagu, dan sebagainya.
6.
Kecerdasan Visual – Spasial
- Senang mencoret-coret, menggambar, melukis dan membuat patung.
- Senang belajar dengan grafik, peta, diagram, atau alat bantu visual lainnya.
- Kaya akan khayalan, imaginasi dan kreatif.
- Menyukai poster, gambar, film dan presentasi visual lainnya.
- Pandai main puzzle, mazes dan tugas-lugas lain yang berkaitan dengan manipulasi.
- Belajar dengan mengamati, melihat, mengenali wajah, objek, bentuk, dan warna.
- Menggunakan bantuan gambar untuk membantu proses mengingat.
Profesi:
insinyur, surveyor, arsitek, perencana kota, seniman grafis, desainer interior,
fotografer, guru kesenian, pilot, pematung, dan sebagainya.
7.
Kecerdasan Kinestetik – Jasmani
- Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara trampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran, perasaan, dan mampu bekerja dengan baik dalam menangani objek.
- Memiliki kontrol pada gerakan keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak.
- Menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti field trip, role play, permainan yang menggunakan fisik.
- Senang menari, olahraga dan mengerti hidup sehat.
- Suka menyentuh, memegang atau bermain dengan apa yang sedang dipelajari.
- Suka belajar dengan terlibat secara langsung, ingatannya kuat terhadap apa yang dialami atau dilihat.
Profesi:
ahli terapi fisik, ahli bedah, penari, aktor, model, ahli mekanik / montir,
tukang bangunan, pengrajin, penjahit, penata tari, atlet profesional, dan
sebagainya.
8. Kecerdasan Naturalis
8. Kecerdasan Naturalis
- Suka mengamati, mengenali, berinteraksi, dan peduli dengan objek alam, tanaman atau hewan.
- Antusias akan lingkungan alam dan lingkungan manusia.
- Mampu mengenali pola di antara spesies.
- Senang berkarir di bidang biologi, ekologi, kimia, atau botani.
- Senang memelihara tanaman, hewan.
- Suka menggunakan teleskop, komputer, binocular, mikroskop untuk mempelajari suatu organisme.
- Senang mempelajari siklus kehidupan flora dan fauna.
- Senang melakukan aktivitas outdoor, seperti: mendaki gunung, scuba diving (menyelam).
Profesi:
dokter hewan, ahli botani, ahli biologi, pendaki gunung, pengurus organisasi
lingkungan hidup, kolektor fauna / flora, penjaga museum zoologi / botani dan
kebun binatang, dan sebagainya.
Kita semua
berbeda karena kita semua memiliki kombinasi kepandaian yang berbeda. Bila kita
mampu mengenalinya, saya kira kita akan mempunyai setidaknya sebuah kesempatan
yang bagus untuk mengatasi berbagai masalah yang kita hadapi di dunia.
GRAMMAR TRANSLATION METHOD
Pada
awal nya metode ini dinamakan Classical
Method karena metode ini pertama kali digunakan dalam mengajarkan bahasa-bahasa
klasik, Latin dan Greek (Chastain 1988). Kini, metode ini digunakan sebagai
tujuan untuk menolong siswa membaca dan mengapersiasi literatur bahasa asing.
Metode ini juga diharapkan, melalui pembelajaran grammar dari bahasa asing,
siswa menjadi familiar dengan grammar bahasanya sendiri dan kefamiliaran ini
akan menolongnya untuk berbicara dan menulis bahasanya sendiri dengan benar.
Akhirnya, metode pengajaran ini akan membuat siswa tumbuh secara intelektual;
metode pengajaran ini juga akan membuat siswa mungkin tidak pernah menggunakan
bahasa yang asing yang dipelajari, tetapi latihan-latihan di dalam metode ini
akan sangat berguna kedepannya.
Tujuan
Penggunaan GTM
Menurut
guru yang mengunakan Grammar-tanslation Method, tujuan fundamental dari
pengajaran sebuah bahasa asing adalah untuk bisa membaca literatur tertulis
dari bahasa tersebut. Untuk melakukannya, siswa membutuhkan belajar tentang
peraturan grammar dan vocabulary atau kosakata dari bahasa asing tersebut.
Peran
Guru dan Siswa Dalam GTM
Peran
pada metode ini sangat tradisional. Peran guru adalah sebagai pemegang
kekuasaan di kelas. Dan peran siswa hanya menuruti apa yang guru ajarkan, siswa
melakukan apa yang yang guru katakan, siswa belajar apa yang pengajar tahu.
Karakteristik
Proses Pembelajaran Dalam GTM
Siswa
disuruh untuk mengartikan teks dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Seringnya
apa yang mereka artikan adalah bacaan-bacaan dari bahasa asing yang dipelajari
tentang beberapa aspek kebudayaan dari komunitas atau pengguna asli bahasa
asing tersebut. Pelajar atau siswa belajar grammar secara deduktif, yaitu
pengajar memberi peraturan-peraturan grammar dan contohnya, kemudian siswa
disuruh untuk menghafalnya, dan kemudian disuruh untuk menggunakan peraturan
tersebut ke contoh yang lain. Siswa juga belajar paradigma-paradigma dalam
grammar seperti noun, verb, adverb, dan lain sebagainya. Siswa menghafal
padanan kata dari bahasa aslinya sendiri dengan kosakata dari bahasa asing yang
dipelajari.
Interaksi
Guru-siswa Dalam GTM
Kebanyakan
interaksi yang terjadi di ruangan kelas adalah antara guru terhadap siswa.
Sedangkan interaksi siswa terhadap guru dan interaksi sesama siswa sangat
minim.
Language
Skill Dalam GTM
Vocabulary
dan grammar sangat ditekankan sekali dalam metode ini. Reading dan writing
adalah primary skill atau kemampuan utama yang siswa lakukan. Terdapat sedikit
perhatian yang tertuju pada speaking dan listening, begitu juga terhadap
pronunciation.
Evaluasi
Dalam GTM
Test
tertulis sering digunakan untuk mengevaluasi siswa dengan mengartikan bahasa
asing yang dipelajari ke bahasa aslinya sendiri atau sebaliknya. Pertanyaan yang
menyangkut peraturan grammar dair bahasa asing yang dipelajari atau bahasa asli
siswa juga sering dijumpai.
II.
DIRECT
METHOD
Metode
ini mempunyai tujuan instruksional bahwa pembelajaran bahasa asing ditujukan
agar bisa berkomunikasi. Sejak grammar translation method tidak sangat efektif
dalam menyiapkan siswa untuk mengguanakan bahasa yang dipelajari (target
lanugage) secara komunikatif, Direct Method menjadi sangat populer.
Direct
Method memiliki satu peraturan dasar yaitu tidak diperbolehkannya jenis terjemahan.
Asal kata Direct Method faktanya karena pengajaran bahasa jika dengan
menggunakan metode ini disampaikan secara langsung (direct) dengan bantuan
visual tanpa adanya penggunaan bahasa asal (native language) siswa.
Tujuan
Penggunaan Direct Method
Guru
yang menggunakan Direct Method menginginkan siswanya belajar bagaimana
berkomunikasi dengan mengguanakan bahasa yang dipelajari (target language).
Agar harapan itu terwujud, siswa haru belajar berfikir mengguankan bahasa yang
dipelajari (target language) dengan tidak diperbolehkannya bahasa asil (native
language) muncul selama pelajaran.
Peran
Guru-siswa Dalam Direct Method
Walaupun
peran guru pada metode ini adalah sebagai 'director' kelas, peran siswa lebih
aktif jika dibandingkan pada Grammar Tranlation Method.
Guru dan siswa lebih seperti partners dalam preose pembelajaran/ pengajaran.
Karakteristik
Proses Pembelajaran Dalam Direct Method
Guru
yang menggunakan metode ini memaksa siswa untuk memahami arti dari bahasa
sasaran (target language) secara langsung. Untuk melakukannya, ketika guru
mengenalkan sebuah kata atau phrase bahasa sasaran, guru mendemonstrasikan
artinya melalui penggunaan realia, gamba, atau pantomim; guru tidak boleh
mengartikannya secara langusung ke bahasa asli (native language) siswa.
Interaksi Guru-siswa Dalam Direct Method
Interaksi
antara guru dengan siswa berjalan dari dua arah, baik dari guru ke siswa atau
dari siswa ke guru, tetapi kebanyakan interaksi berjalan dari guru ke siswa.
Interaksi antar siswa juga banyak terjadi dalam metode ini.
Language
Skill Dalam Direct Method
Vocabulary
sangat ditekankan melebihi grammar. Meskipun metode ini dapat berkerja pada
semua basic skills bahasa Inggris seperti reading, writing, speaking, dan
listening dari awal pembelajaran, tetapi komunikasi secara lisan dilihat
sebagai basic skill. Pronunciation juga mendapatkan tempat dalam metode ini,
dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.
Evaluasi
Dalam Direct Method
Formal
evaluation tidak begitu banyak dijumpai dalam metode ini, tatapi dalam Direct
Method, siswa diminta untuk menggunakan target language bukan untuk menjelaskan
pengetahuan mereka tentang target language. Siswa diminta untuk menggunkan
target language baik secara lisan atau tulisan. Sebagai contoh evaluasi dalam
metode ini, siswa mungkin diwawancarai secara langsung oleh guru atau mungkin
diminta untuk menuliskan secara langsung sebuah paragraph tentang sesuatu yang
telah mereka pelajari.
whole language
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang
didasari oleh paham constructivism. Dalam whole language bahasa
diajarkan secara utuh, tidak terpisah-pisah; menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis diajarkan secara terpadu (integrated) sehingga siswa dapat
melihat bahasa sebagai suatu kesatuan.
Jika guru berniat menerapkan whole language guru harus memahami
dulu komponen-komponen whole language agar pembelajaran dapat dilakukan
secara maksimal. Komponen whole language adalah reading aloud, jurnal
writing, sustain silent reading, shared reading, guided reading, guided
writing, independent reading, dan independent writing. Kelas yang
menerapkan whole language merupakan kelas yang kaya dengan barang cetak,
seperti buku, majalah, koran, dan buku petunjuk. Di samping itu, kelas whole
language dibagi-bagi dalam sudut-sudut yang memungkinkan siswa melakukan
kegiatan secara individual di sudut-sudut tersebut. Selanjutnya, kelas whole
language menerapkan penilaian yang menggunakan portofolio dan penilaian
informal
Whole language adalah dua kata yang telah melalui pengamatan selama
pembelajaran berlangsung menjadi simbol munculnya sebuah gebrakan yang mampu
mengubah kurikulum seantero dunia. Dua kata yang mempunyai segudang makna
(Watson, 1989). Berikut ini adalah berbagi karakteristik whole language
menurut beberapa para ahli.
1. Whole language adalah sebuah pandangan positif tentang
pembelajar
Konsep whole language beranjak dari pernyataan Dewey tentang hakekat
pembelajar. Para penganut whole language berpendapat bahwa
pembelajar memilki kekuatan, kesanggupan, dan keinginan untuk belajar.
Pembelajar adalah peribadi yang kreatif. Ia mampu menyusun, menciptakan, dan
menemukan pemecahan terhadap berbagai persoalan secara aktif. Piaget dan kawan-kawannya
telah membuktikan dalam sebuah penelitiannya bahwa anak-anak terlibat secara
aktif dalam memahami dunianya dan berusaha mencoba untuk menjawab berbagai
pertanyaan dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Lebih lanjut
Piaget menjelaskan bagaimana anak-anak memahmai suatu konsep, ide, dan moral.
Seorang anak tidak menunggu seseorang untuk menstansmisikan pengetahuannya
kepada mereka, tetapi mereka belajar melalui aktivitas dan keterlibatan mereka
dengan objek-objek di luar dirinya dan menyusun kategori-kategori pemikiran
mereka sendiri sementara mereka mengorganisasikan dunianya. Anak-anak berusaha
untuk mengembangkan konse-konsep mereka sendiri, yang kadangkala terlihat aneh
menurut jalan pikiran orang dewasa.
Para penganut whole language mengakui adanya perbedaan di antara
pembelajar, dilihat dari segi budaya, sistem nilai, pengalaman,
kebutuhan, minat, dan bahasa. Perbedaan-perbedaan tersebut bersifat personal
sebagai refleksi dari keberagaman manusia, bisa juga bersifat sosial sebagai
refleksi dari suku-suku, budaya, dan sistem budaya dari kelompok sosial di mana
pembelajar berada. Oleh karena itu, guru-guru di kelas whole language
menghargai perbedaan di antara para pembelajar. Pembelajar diberi kewenangan
untuk bertanggung jawab terhadap apa yang mereka pelajari dan mendapat dukungan
penuh dalam mengembangkan dan memenuhi tujuan pembelajarannya.
2. Whole language memberikan penegasan tentang peran guru
dalam proses pembelajarn.
Para guru penganut whole language menerima pandangan bahawa guru
sebagai mediator yang menyediakan fasilitas kepada pembelajar dalam
melaksanakan transaksi dengan duni luar. Guru adalah tenaga profesioanal yang
memahami kondisi pembelajar, teori belajar, dan kegiatan belajar mengajar.
Mereka mendukung kegiatan pembelajaran tetapi mereka tidak bertindak sebagai
pengontrol dalam pembelajara. Mereka dengan tegas menolak definisi yang
menyebutkan bahwa guru adalah teknisi yang mengelola berbagai macam teknologi
untuk disajikan kepada pembelajar. Meskipun para guru di kelas-kelas whole
language adalah yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan para
pembelajar, namun mereka tetap memiliki kewenangan dalam merencanakan,
mengorganisasikan, dan memilih sumber-sumber belajar yang diperlukan oleh
pembelajar.
Di kelas-kelas whole language, guru mengajar dengan dan dari
pembelajar, guru hanya menyampaikan pengetahuan kepada pembelajar tetapi juga
bersama-sama dengan pembelajar memecahkan berbagai persoalan dan mencari
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan. Para guru penganut whole language menolak
model-model pengajaran efektif yang bersifat membatasi karena mereka memandang
bahwa mengajar jauh lebih kompleks dan komprehensif dari sekedar menerapakan
model-model tertentu.
3. Whole language memandang bahasa sebagai pusat pembelajaran
Keberadaan bahasa disebabkan oleh dua alasan. Pertama, karena manusia
sanggup berpikir secara simbolik, mereka mempresentasikan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, mereka mampu menciptakan sistem-sistem semiotik. Kedua,
karena manusia adalah makhluk sosial yang menggunakan bahasa sebagai sarana
komunikasi dalam kehidupannya. Komunikasi sosial antarmanusia memiliki peranan
penting dalam kehidupan manusia. Dengan dua alasan tersebut, jelaslah bahwa
bahasa bagi manusia adalah pusat komunikasi dan berpikir. Vigotsky (1978)
menunjukkan bahwa manusia menginternalisasi bahasa dari interaksi sosial. Dan
Hallidy (1975) menyebut belajar bahasa sebagi “belajar bagaimana memaknai”
karena dalam proses belajar bahasa, manusia mempelajari makna sosial bahasa yang
terjadi secara simultan, yaitu belajar bahasa, belajar melalui bahasa, dan
belajar tentang bahasa.
Baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah, bahasa lisan dan tulis akan
lebih baik dan mudah dipelajari dalam akivitas berbahasa yang otentik dan dalam
peristiwa berbahasa sesuai dengan fungsi bahasa yang sesungguhnya. Dengan
alasan ini maka whole language program menolak pandangan bahwa
perkembangan bahasa berawal dari bagian ke keseluruhan. Hal ini berlaku juga
untuk aktivitas membaca dan menulis permulaan. Selain itu, pengajaran membaca,
menulis, berbicara, dan menyimak tidak terpisah tetapi terpadu.
4. Whole language menerapakan kurikulum ganda
Halliday (1984) menyimpulkan bahwa sebenarnya kita belajar melalui bahasa
sementara kita belajar bahasa. Kesimpulan inilah yang mendasari penyusunan
kurikulum whole language, yaitu kurikulum ganda, setiap aktivitas,
pengalaman, atau unit memiliki kesepakatan dalam pengembangan linguistik dan
sekaligus kognitif. Bahasa dan pikiran berkembang, namun pada saat yang
bersamaan pengetahuan dan konsep dikembangkan sementara skema dibangun.
Para guru penganut whole language menggunakan unit tematik untuk
menerapakan penggunaan kurikulum ganda. Mereka bertindak sebagai “pengamat
anak-anak”, memonitor perkembangan bahasa anak-anak pada saat anak-anak atau
pembelajar memecahkan persoalan atau menjawab berbagai pertanyaan. Sebenarnya
ini bukan hal baru dalam dunia pendidikan karena whole language hanya
menegaskan kembali konsep “belajar samabil bekerja” yang dikemukakan oleh Dewey
dan Metode Proyek yang dikembangkan oleh Willian Heard Kilpatrick (dalam
Goodman, 1989). Namun para penganut whole language memperbaruinya dengan
berdasarkan pada teori-teori dari hasil penelitian, dan kolaborasi merupakan
hal-hal yang sangat mendasar. Dan istilah whole language itu sendiri
memilki dua makan, yakni tidak dibagi/tidak terpisah, dan terpadu.
Pembelajaran whole language mempunyai beberapa strategi dalam
pelaksanaannya. Strategi itu antara lain adalah sebagi berikut:
1. Pencelupan (immersion)
Guru menciptakan lingkungan yang memungkinkan pembelajar melaksanakan
program celup dalam kegiatan pembelajaran mereka sehari-hari
dengan menggunakan: bahasa guru, bahasa teman sebaya, bahasa yang terdapat
dalam buku-buku, percakapan informal, bahasa di kelas formal, bahasa yang
terdapat dalam lagu-lagu dan berbagai cerita.
2. Demonstrasi/peragaan
Guru secara aktif terlibat dalam peragaan pemakaian bahasa, sebagai sumber
pengayaan dan data bagi pembelajar dalam memformulasikan bunyi-bunyi, struktur
kalimat, mengembangkan makna, dan memperoleh berbagai konvensi sosial pemakaian
bahasa di masyarkat (pragmatic).
Membaca nyaring adalah salah satu aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru.
Materi bacaan diambildari buku-buku sastra yang bagus dengan struktur bahasa
yang sederhana dan dekat dengan bahasa pembelajar, buku-buku cerita dengan
struktur yang kompleks pun perlu di pilih. Dengan menyimak bahasa yang terdapat
dalam cerita, pembelajar mencoba memproduksi bahasa mereka sendiri dan akhirnya
kelak mereka dapat memahani struktur bahasa yang mereka gunakan. Demikian juga
ilustrasi dan peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam buku cerita, meskipun
menggunakan struktur bahasa yang kompleks namun semua berada dalam suatu
konteks, sehingga memungkinkan pembelajar menangkap maknanya. Strikcklan (1973)
membuktikan bahwa program membaca nyaring yang dilaksanakan di taman
kanak-kanak mampu meningkatkan kemampuan anak-anak Afrika-Amerika dalam
menggunakan bahasa Inggris standar.
Buku-buku alphabet dan buku-buku gambar tanpa kata, buku-buku nonfiksi,
lagu-lagu,dan buku-buku yang selaras dengan pengalaman pembelajar, buku-buku
dengan berbagai gambar yang indah dan menarik dapat dijadikan bahan untuk
kegiatan membaca nyaring di kelas-kelas awal. Buku-buku tersebut juga dapat
dijadikan saran untuk melibatkan siswa dalam kegiatan percakapan di antara
mereka.
3. Keterlibatan
Pembelajar harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Cambourne menemukan bahwa pembelajar akan senang terlibat dalam kegiatan
pembelajaran apabila: a) mereka merasa yakin pada kemampuan mereka
sendiri, b) mereka percaya bahwa apa yang dilakukan akan berguna untuk
kehidupannya kelas, c) mereka yakin bahwa aktivitas yang dilakukan
menyenangkan, dan d) mereka merasa aman, tidak merasa takut jika berbuat
kesalahan
Perasaan “aman sangat penting dalam pembelajarn bahasa. Pembelajar yang
berbuat kesalahan kemudian ditertawakan atau diejek oleh teman-temannya, atau
ditegur, disalahkan oleh guru di hadapan teman-tamannya akan menjadikan ia
enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran karena malu dan takut
selalu menghantuinya. Di kelas-kelas whole language diharapkan perasaan
aman dalam diri pembelajar ini harus dijaga agar pembelajar berani mencoba
hal-hal baru yang menantang.
4. Harapan
Dalam program whole language, guru seharusnya memiliki harapan yan
tinggi bahwa pembelajar akan dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran selaras
dengan pola atau frase perkembangan mereka. Guru harus mengkomunikasikan kepada
pembelajar bahwa mereka percaya para pembelajar mampu melaksanakan semua
aktivitas pembeljaran. Harapan yang tinggi ini perlu selalu dicanangkan. Namun
perlu diingat bahwa harapan-harapan tersebut harus bersifat realistk dan
selaras dengan fase perkembangan belajar.
5. Tanggung jawab
Keterlibatan pembelajar dalam kegiatan pembelajaran akan semakin meningkat
jika tanggung jawab, aproksimasi, dan respon juga hadir alam kegiatan
pembelajaran. Pembelajar harus diberi kesempatan untuk menentukan apa yang
mereka pelajari. Tidak seorang pun dapat secara pasti apa yang seharusnya
dipelajari kemudian karena lingkungan dan bakat pembelajar menjadi kendalanya.
Pembelajar dan lingkungan yang berbeda kemungkinan memiliki kecenderungan
belajar yang berbeda. Tanggung jawab adalah tentang kapan dan bagaimana mereka
harus belajar.
6. Pemakaian
Belajar bahasa diawali dengan memahami bahasa tersebut, mencoba
menggunakannya dan pembelajar juga mempelajari bahasa tersebut pada saat bahasa
tersebut digunakan. Ketiga aktivitas tersebut terjadi secara serentak. Ide
inilah yang dipraktekkan di kelas whole language. Di kelas-kelas whole
language, praktek penggunaan bahasa biasanya dilaksanakan secara terpisah
dan ditekankan pada ketepatan respon. Sebaliknya, di kelas whole language
praktek penggunaan bahasa dalam konteks yang bermakna lebih ditekankan. Guru
melibatkan pembelajar dalam akitivitas pemakaian bahasa.
Kesempatan untuk berbicara di depan kelas merupakan kondisi yang harus
selalu diciptakan karena manfaat bagi pembelajar untuk mempelajari aspek-aspek
pragmatik dan aspek-aspek lainnya dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa.
Untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa ini pembelajar memerlukan
konteks yang bermakana, misalnya berbicara dengan guru dan kelompok, bermain
peran, bercerita, membawa sesuatu dari rumah dan menceritakannya di kelas.
7. Aproksimasi
Aproksimasi sangat penting dalam belajar berbicara. Orang tua biasanya
menikmati dan senang mendengarkan ucapan-ucapan seorang anak yang berbicara
dengan tata bahasa dan ucapan yang kurang tepat. Orang tua tahu bahwa itu
adalah suatu kekeliruan yang merupakan pertanda bahwa ia sedang dalam proses
belajar atau pertanda bahwa anak sedang bereksperimen untuk menggunakan bahasa
yang jauh lebih kompleks.
Konsep belajar bahasa seperti itulah yang diterapkan di kelas-kelas whole
language. Para guru yakin bahwa kekeliruan merupakan hal yang wajar dalam
proses belajar bahasa. Kekeliruan yang dibuat oleh pembelajar merupakan
pertanda bahwa pembelajar sedang dalam proses belajar,
8. Respon dan umpan balik
Respon dan umpan balik yang diberikan oleh guru memiliki peranan penting
dalam proses aproksimasi. Hal ini karena pembelajar yang mencoba menggunakan
bahasa dengan menggunakan cara-cara mereka sendiri untuk menemukan makna tidak
akan takut berbuat salah. Keterlibatan guru secara aktif dalam percakapan
dengan pembelajar dapat menjadi model untuk pengembangan sintaksis, semantik,
dan pragmatik. Model-model kebahasaan yang ditampilkan oleh guru dapat membantu
pembelajar dalam menumbuhkembangkan kemampuan berbahasa mereka.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran holistik (whole language)
mempunyai ciri-ciri tertentu yang antara lain:Respon yang diberikan oleh guru
di kelas hendaknya tidak bersifat mengancam dan menakutkan. Artinya respon
tersebut tidak boleh menjadikan siswa merasa malu atau takut untuk melakukan
kegiatan berbahasa pada tahap berikutnya. Untuk itu respon atau umpan balik
yang dibrikan oleh guru hendaknya dikaitkan dengan aktivitas bermakna.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran holistik (whole language)
mempunyai ciri-ciri tertentu yang antara lain:
- murid lebih banyak menggauli sastra
- murid merasa semakin senang dalam belajar dan menunjukkan tingkat keterlibatan yang semakin tinggi
- guru berhubungan dengan murid sebagai pembaca dan penulis
METODE AUDIO-LINGUAL
1.
Pengertian Metode Audio-Lingual
Pada dasarnya metode Audio-Lingual hampir sama dengan metode
lainnya. Adapun metode yang muncul sebelum metode ini adalah metode Direct (Direct
Method). The Audio-Lingual method is the method which focuses in
repetition some words to memorize.
Audio-Lingual method is a method which use drills and
pattern practice in teaching language.
Adapun
Jill Kerper Mora dari San Diego University menyebutkan:
"This method26 is based on the principles of behavior
psychology. It adapted many of the principles and procedures of the Direct
Method, in part as a reaction to the lack of speaking skills of the Reading
Approach"
Metode
Audio-Lingual ini merupakan sebuah metode yang pelaksanaannya terfokus pada
kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan. Adapun dalam
praktiknya siswa diajak belajar (dalam hal ini bahasa Inggris secara langsung)
tanpa harus mendatangkan native language
Dasar
dan prosedur pengajaran dalam metode ini juga banyak diambil dari metode yang
telah ada sebelumnya yaitu metode langsung (Direct Method). Selain itu,
tujuan Audio-Lingual pun juga tidak berbeda dengan Direct Method yaitu untuk
menciptakan kompetensi komunikatif dalam diri siswa.
Sebagaimana diketahui, pengucapan (pronunciation),
susunan serta aspekaspek lain antara bahasa asing dan bahasa ibu sangatlah
berbeda. Oleh karenanya, dalam pembelajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa
Inggris) para siswa diharuskan mengucapkan dan atau membaca berulang-ulang kata
demi kata yang diberikan oleh guru agar sebisa mungkin tidak terpengaruh dengan
bahasa ibu.
Pengulangan-pengulangan yang dilakukan lama-kelamaan akan
menjadi sebuah kebiasaan (habit). Begitu juga dalam hal melafalkan
kata-kata bahasa asing (bahasa Inggris), jika hal tersebut sudah menjadi
kebiasaan, siswa akan secara otomatis dan refleks dapat melakukannya. Sehingga
dalam pelaksanaannya, agar usaha tersebut dapat berjalan lancar maka diperlukan
memerlukan keseriusan baik dari guru maupun siswa.
2.
Teknik Pengajaran yang Digunakan dalam Metode Audio-Lingual
Teknik pengajaran yang digunakan dalam metode Audio-Lingual
adalah sebagai berikut:
a.
Menghafal Dialog (Dialog Memorization)
Dalam teknik ini siswa menghafalkan dialog atau percakapan
pendek antara dua orang pada awal pelajaran. Dalam praktiknya siswa memerankan
satu orang peran dalam dialog, sedangkan guru memerankan tokoh pasangannya.
Setelah siswa belajar percakapan atau dialog dari satu tokoh, guru dan siswa
berganti peran. Kemudian siswa menghafalkan dialog baru. Cara lainnya yang bisa
digunakan adalah dengan membagi siswa menjadi dua kelompok. Masing-masing
kelompok memerankan satu peran dan menghafalkan dialog tersebut. Setelah
masing-masing kelompok mampu menghafalkan dialog, mereka diminta untuk untuk
berganti peran. Setelah seluruh siswa hafal dialog, guru meminta siswa untuk
mempraktikkan dialog secara berpasangan di depan kelas.
b.
Backward Bulld-up (Expansion) Drill
Drill digunakan ketika siswa mengalami kesulitan dalam
menghafalkan dialog panjang. Caranya adalah guru membagi dialog panjang menjadi
beberapa potong bagian. Guru pertmama kali memberikan contoh kemudian siswa
menirukan bagian kalimat (bisaanya pada frasa akhir).
Contoh:
Guru : It is a beautiful scenery
Guru : It is a beautiful ………
Siswa : It is a beautiful scenery
c.
Repetition Drill
Siswa diminta untuk menirukan guru seakurat dan secepat
mungkin.
Contoh:
Guru : This is the seventh month
Siswa : This is the seventh month
d.
Chain Drill
Drill ini dilakukan dengan cara meminta siswa untuk duduk
melingkar di dalam ruangan, kemudian satu persatu siswa bertanya dan menjawab
pertanyaan. Guru memulai drill ini dengan dengan menyapa atau bertanya pada
salah satu siswa. Kemudian siswa tersebut menjawab pertanyaan tadi, kemudian ia
bertanya pada teman di sampingnya. Siswa yang ditanya tadi kemudian menjawab
dan bertanya lagi kepada teman di sampingnya, begitu seterusnya.
e.
Single Slot Subtitution
Guru membaca satu baris dari dialog, kemudian siswa
mengucapkan satu kata atau kelompok kata. Siswa diminta untuk menirukan dengan
cara memasukkan kata atau kelompok kata tersebut secara tepat ke dalam bait
dialog tadi.
Contoh:
Guru : I know Him. (Hardly)
Siswa
: I hardly know him
f.
Multiple Slot Subtitution Drill
Drill ini sama dengan drill single slot substitution, tapi
lebih luas. Tidak hanya satu bait dialog, akan tetapi satu dialog penuh.
g.
Transformational Drill
Guru memberi siswa kalimat, kemudian siswa diminta untuk
merubah kalimat tersebut menjadi bentuk yang berbeda seperti: interrogatif,
negatif, positif, pasif, imperative dan sebagainya.
h.
Question and Answer Drill
Drill model ini melatih siswa menajwab pertanyaan dengan
tepat.
i.
Use Minimal Pairs
Guru menggunakan pasangan kata yang berbeda satu bunyi,
misal: ship dan sheep. Siswa diminta untuk menemukan perbedaan dua kata
tersebut, kemudian berlatih untuk mengucapkan kata tersebut dengan benar.
j.
Complete the Dialog
Beberapa kata dalam sebuah dialog dihapus, kemudian siswa
diminta untuk melengkapi dialog tersebut
k.
Grammar Game
Game ini mirip dengan game supermarket alphabet, didesain
untuk melatih grammar siswa dalam suatu konteks. Dengan begitu siswa bias
mengekspresikan dirinya sendiri, walaupun dalam porsi yang terbatas.
Dari berbagai teknik yang disebutkan di atas dapat
disimpulkan dalam pelaksanaan metode Audio-Lingual seorang guru akan memberi
contoh tentang model yang benar, dalam hal ini melafalkan (pronounce)
dan bagaimana melafalkan (how to pronounce) sebuah kalimat dan siswa
harus menirukan. Kemudian dalam kesempatan lain guru akan melanjutkan dengan
mengenalkan kata-kata baru dengan struktur kata yang sama. Pokok dari metode
ini dan kaitannya dengan pembelajaran pronunciation adalah bagaimana
melatih siswa untuk terus berlatih melafalkan dengan benar sampai mereka dapat
melakukannya secara spontan. Oleh karena itu seperti telah dijelaskan di awal,
siswa hanya diberi kosakata secukupnya (khususnya yang sering dipakai dalam
kehidupan sehari-hari) agar pelaksanaan metode ini dapat berjalan dengan
lancar.
3.
Penerapan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual sangat mengutamakan drill. Metode ini
muncul karena terlalu lamanya waktu yang ditempuh dalam bahasa dan target.
Padahal,untuk kepentingan tertentu, perlu penguasaan bahasa dengan cepat
misalnya perang, kunjungan dan seterusnya. Dalam Audio-Lingual yang berdasarkan
pendekatan struktural itu, bahasa yang diajarkan dicurahkan pada lafal kata dan
pelatihan berkali-kali secara intensif pada pola-pola kalimat. Guru dapat
memaksa siswa untuk mengulang sampai tanpa kesalahan.
a.
Langkah-langkah Pembelajaran dalam Metode Audio-Lingual
Di dalam metode Audio-Lingual terdapat beberapa langkah yang
biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Adapun langkah-langkah tersebut
antara lain adalah:
Adapun
langkah-langkah yang bisaa dilakukan adalah:
a) Penyajian teks dialog atau teks
pendek yang dibacakan guru berulang-ulang dan siswa menyimak tanpa melihat teks
yang dibaca.
b) Peniruan dan penghafalan teks itu
secara serentak dan siswa menghafalkannya.
c) Penyajian kalimat dilatih dengan
pengulangan.
d) Dramatisasi dialog atau teks yang
dilatihkan kemudian siswa memperagakan di depan kelas.
e) Pembentukan kalimat lain yang
sesuai dengan yang dilatihkan.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya metode ini
memberikan perhatian utama kepada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata,
dialog, teks bacaan, dan pada sisi lain lebih mengutamakan bentuk luar bahasa
(pola, struktur, kaidah) dari pada kandungan isinya, dan mengutamakan kesahihan
dan akurasi dari kemampuan siswa untuk berinteraksi dan berkomunikasi.
Penerapan metode ini hampir sama dengan penerapan pengajaran
bahasa pertama pada anak-anak, anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui
peniruan. Peniruan itu biasanya diikuti oleh pujian atau perbaikan. Melalui
kegiatan itulah anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur, pola
kebiasaan bahasa ibunya. Maka hal yang sama juga dapat diberlakukan dalam
pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Melalui cara peniruan dan penguatan,
para siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang
merupakan kebiasaan dalam berbahasa kedua atau bahasa asing.
b.
Evaluasi Metode Audio-Lingual
Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwasanya penelitian
ini dikhususkan pada pembahasan penggunaan metode Audio-Lingual dalam
pembelajaran pronunciation. Adapun dalam metode Audio-Lingual sendiri
tidak disebutkan secara jelas tentang evaluasinya. Satu hal yang dikemukakan
adalah jika diselenggarakan tes maka masing-masing pertanyaan akan difokuskan
pada point apa yang dipelajari pada saat itu (adapun
dalam hal ini adalah pronunciation).
Dalam penelitian ini peneliti memberikan oral test untuk
mengukur peningkatan pronunciation siswa. Selain itu, karena penelitian
ini dimaksudkan untuk mengetahui peningakatan pronunciation siswa maka
peneliti akan melakukan penilaian pada kemampuan untuk melafalkan (skill
to pronounce). Adapaun hal-hal yang dinilai meliputi sounds
(mendiskriminasikan bunyi), ritme dan penekanan (rythm and word stress),
intonasi (intonation) dan kelancaran (fluency).
5.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Audio-Lingual
Metode Audio-Lingual memiliki kelebihan dan juga memiliki
kekurangan di sisi lainnya. Adapun kelebihan dari metode ini antara lain
adalah:[11]
a. Audio-Lingual mungkin
merupakan teori pengajaran bahasa pertama yang secara terbuka mengklaim
terbentuk dari gabungan linguistik dan psikologi.
b. Metode Audio-Lingual mencoba
membuat pembelajaran bahasa menjadi lebih mudah diakses oleh pembelajar dalam
jumlah besar (kelas besar). Hal tersebut menyebabkan partisipasi pembelajar
melalui teknik drill dapat dimaksimalkan.
c. Secara positif drill dapat
membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan oralnya.
d. Teknik pengajaran dalam metode
Audio-Lingual dengan menggunakan tape recording dan laboratorium bahasa
menawarkan latihan kecakapan berbicara dan mendengar yang merupakan hal paling
penting dalam pembelajaran bahasa. Pola-pola drill memberikan siswa lebih
banyak latihan.
e. Metode Audio-Lingual
mengembangkan kemampuan berbahasa ke dalam "peralatan pedagogig"
yaitu mendengar (menyimak), membaca dan menulis. Metode Audio-Lingual secara
spesifik memperkenalkan desain teknik pendengaran (listening) dan latihan oral
(speaking). Hal tersebut menunjukkan kesuksesan dalam mengembangkan pemahaman
aural (listening) dan kelancaran berbicara (speaking).
Sedangkan
kekurangan dalam metode Audio-Lingual antara lain adalah:
a. Teknik yang digunakan dalam
metode Audio-Lingual seperti drill, penghafalan, dan lain sebagainya mungkin
bisa membuat bahasa menjadi sebuah kelakuan (kebisaaan), tetapi hal tersebut
tidak menghaslikan kompetensi yang diharapkan.
b. Dengan metode Audio-Lingual
mungkin guru akan mengeluhkan tentang banyaknya waktu yang dibutuhkan (lama),
dan para siswa akan mengeluh tentang kebosanan yang disebabkan oleh pola drill
yang terus-menerus digunakan.
c. Peran dan keaktifan guru
merupakan hal yang penting dalam metode Audio-Lingual, jadi guru lebih banyak
mendominasi kelas.
Adapun
menurut Roestiyah kelemahan suatu metode atau teknik pembelajaran yang
menggunakan drill adalah sebagai berikut:
a. Sering terjadi cara-cara
atau gerak yang tidak dapat berubah, karena merupakan cara yang telah
dibakukan, maka hal tersebut dapat menghambat bakat dan inisiatif siswa.
b. Para siswa tidak boleh
menggunakan cara lain atau cara menurut pikirannya sendiri.
c. Keterampilan yang diperoleh
siswa umumnya juga menetap/paati, yang akan merupakan kebiasaan kaku/keterampilan
yang salah.
d. Suatu latihan yang dijalankan
dengan cara tertentu yang telah dianggap baik dan tepat; sehingga tidak boleh
diubah; mengakibatkan keterampilan yang diperoleh siswa umumnya juga
menetap/pasti, yang akan merupakan kebiasaan yang kaku; atau keterampilan yang
salah.
Sehingga, jika situasi berubah siswa akan sukar sekali
menyesuaikan diri atau tidak bisa mengubah caranya latihan untuk mengatasi
keadaan yang lain itu.
Masih menurut Roestiyah, agar latihan tersebut dapat
berhasil, instruktur perlu memilki cara/teknik lain yang menunjang teknik
latihan tersebut, sehingga kelemahannya bisa disempurnakan/dilengkapi dengan
teknik lain.
SELF DIRECTED LEARNING
Kemandirian (self-direction) merupakan konsep
organisasi untuk pendidikan tinggi; dengan demikian kemandirian berkaitan erat
dengan politik pendidikan. SDL memiliki komitmen demokratis terhadap perubahan
posisi dan peran peserta didik di mana peserta didik memegang kontrol yang
lebih besar terhadap dirinya sendiri dalam hal konseptualisasi, perancangan,
pelaksanaan, dan evaluasi belajar serta penetapan cara-cara pemanfaatan sumber
belajar guna proses belajar lebih lanjut.
Independent learning
Konsep ini
mempunyai konotasi belajar dalam keadaan “terisolasi”, atau menggambarkan peserta didik belajar “sendiri” yang seluruh
kegiatannya (menentukan tujuan belajar, isi, usaha, waktu, evaluasi, dan
sebagainya) ditentukan sendiri olehnya. Bantuan dari pihak lain dapat diterima
atau ditolak oleh peserta didik sesuai dengan standar atau kemauan peserta
didik tersebut.
Psychological control
Konsep ini
mengandung konotasi pentingnya arti psychological
independence dalam definisi SDL daripada elemen sosial atau kurikulum.
Konsep ini ada dalam definisi berikut ini: SDL adalah suatu proses mental yang
bertujuan, biasanya disertai dan disokong oleh aktivitas perilaku yang terlibat
di dalam identifikasi dan pencarian informasi. Individu secara sadar menerima
tanggung jawab untuk menentukan keputusan tentang tujuan dan usaha, dan dengan
demikian menjadi agen perubahan pembelajaran bagi diri sendiri.
Spektrum SDL
Spektrum ini
merupakan rentang antara teacher-directed
learning (TDL) sampai SELF DIRECTED-LEARNING(SDL). Pada TDL guru atau
instruktur memilih dan menentukan apa saja yang akan diajarkan (dipelajari oleh
peserta didik), mengapa hal itu perlu dipelajari, bagaimana peserta didik
mempelajari hal tersebut, kapan, di mana, dan untuk golongan umur berapa.
Incidental self-directed learning
PM model ini
dikenalkan pada kursus atau program yang bercirikan TDL, misalnya pada proyek
individual atau kursus singkat.
Teaching students to think independently
Kursus atau
program yang menekankan kemampuan personal dalam kegiatan eksplorasi,
penelusuran, pemecahan masalah (problem
solving) dan aktivitas kreatif (debat, studi kasus, penelitian, percobaan,
dramatisasi, kerja lapangan).
Self-managed learning
Kursus atau
program yang disajikan melalui panduan bejalar di mana peserta didik belajar
secara independen sepenuhnya.
Self-planned learning
Kursus atau
program yang memberi kesempatan sepenuhnya kepada individu untuk merancang aktivitas
belajar dengan tujuan belajar yang telah ditentukan.
Self-directed learning
Kursus atau
program yang memberi kesempatan kepada individu untuk memilih outcome, merancang aktivitas mereka
sendiri dan melaksanakan aktivitasnya sesuai
dengan pilihan mereka.
Manfaat SDL
Dari tahun ke
tahun SDL makin berkembang dan kemudian bergerak dari situasi perifer menuju ke
arus utama pengembangan manajemen dan bisnis. Sebagian besar program
pengembangan saat ini menggunakan elemen SDL dalam rancangan dan pelaksanaan
secara keseluruhan. Secara individual, SDL memiliki daya tarik yang spesifik
misalnya kebebasan yang lebih besar untuk memilih, fleksibel, dan mengakomodasi
individu tentang apa yang dikehendaki olehnya.
Tanggung jawab pendidik dalam konteks SDL
- Pendidik mendorong individu untuk membuat pilihan tentang tujuan yang diinginkan
- Pendidik siap memberi bantuan dalam level perorangan, sesuai dengan permintaan bantuan yang bersifat spesifik
- Pendidik menyediakan materi dan sumber belajar yang diperlukan individu
- Pendidik memberi bimbingan, penyuluhan, dan bantuan individu dalam hal penggunaan sumber belajar agar diperoleh hasil yang paling baik
Untuk individu
yang baru mengenal disiplin PM maka kepada mereka perlu diberikan latihan awal
yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Ketrampilan belajar dalam hal perencanaan: apa, kapan, dan bagaimana cara belajar
- Tanggung jawab individu dalam manajemen pengembangan diri
- Mengenal dan memanfaatkan kesempatan untuk belajar dan pengembannya dari hari ke hari
- Menghubungan SDL dengan pekerjaan yang akan ditekuni serta pengembangannya dalam jangka panjang.
- Memilih dan menggunakan materi dan sumber lainnya secara tepat dan efektif
Resistensi pendidik
terhadap SDL
Resistensi
pendidik terhadap SDL bukanlah barang baru. Berbagai macam alasan dilontarkan
oleh para pendidik yang menolak diberlakukannya SDL. Namun demikian, dari
berbagai macam alasan tadi dapat diringkas menjadi dua hal pokok, ialah miskonsepsi
terhadap terminologi SDL dan kesenjangan antara “kepercayaan” yang dianut
dengan kenyataan di dalam praktik mengajar.
Beberapa tips berkenaan
dengan SDL
- Pendidik beralih fungsi, menjadi fasilitator proses belajar dan siap membantu peserta didik, bukan lagi sebagai director of learning.
- Pada awalnya pendidik memberi sedikit pengarahan di dalam kelas, memberi tugas untuk dikerjakan oleh peserta didik, merancang presentasi untuk suatu seminar, dan bersama-sama peserta didik menyusun tujuan belajar di mana peserta didik dapat menambah, merevisi, atau bahkan menolaknya.
- Sebagian besar pendidik mengalami proses yang berulang. Dari pengalaman ini dapat ditarik kesan bahwa pada awalnya para peserta didik mengalami rasa cemas atau ketidakpastian, atau kadang-kadang merasa “tertipu”.
- Peserta didik memerlukan penjelasan secara bertahap tentang SDL, khususnya tentang bagaimana caranya belajar untuk dapat menjadi mandiri dalam belajar. Kepada para peserta didik perlud diberikan catatan tentang filosofi SDL.
- Pada awalnya peserta didik akan merasa canggung, tidak nyaman, dan bahkan bingung; pada saat itu peserta didik mengharapkan para pengajar bertindak sebagai expert.
- Adalah hal biasa apabila pada awal proses pembelajaran ada peserta didik yang mudah marah (uring-uringan) karena mereka belum tahu akan apa yang harus mereka kerjakan. Hal ini dapat diatasi dengan menyediakan instruksi, handout, agenda, atau arahan yang diberikan mingguan.
- Pada awal pembelajaran sangat diperlukan adanya pertemuan dan diskusi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan pengajar tentang situasi belajar yang terasa aneh bagi mereka.
- Peserta didik tertentu dapat merasa sangat canggung dengan situasi pembelajaran yang berlaku sehingga mereka ingin mengundurkan diri dari institusi, Hal ini dapat diatasi dengan penyuluhan secara lisan maupun melalui media cetak.
- Secara bertahap para peserta didik diberi kebebasan (otonomi) yang lebih besar dan diberi hak untuk menentukan keputusan oleh mereka sendiri; semuanya dalam koridor deadlines for assignments.
- SDL melibatkan pengetahuan dan pengalaman terdahulu. Dengan perkataan lain, SDL memerlukan prior knowledge dan prior experience.
- Self-evaluation merupakan bagian penting dalam pelaksanaan SDL karena self-evaluation merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan professional dan sangat diperulakn untuk life long learning.
Ringkasan
SELF DIRECTED
LEARNING merupakan proses pembelajaran yang menuntut peserta didik menjadi
subyek yang harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri
secara bertanggung jawab. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip pembelajaran
yang disebut sebagai teacher-directed
learning. Namun demikian, institusi pendidikan tetap bertanggung jawab
sepenuhnya, baik secara teknis, fisik, dan moral, terhadap seluruh program
pendidikan yang ditawarkan kepada para peserta didik.
SDL menuntut
peserta didik untuk menentukan tujuan belajar mereka sendiri, merancang strategi untuk mencapai tujuan
belajar, dan kemudian merancang metoda evaluasi terhadap hasil belajar yang
telah mereka capai. Tujuan belajar merupakan hal yang sulit untuk dirancang
sehingga pengajar atau instruktur harus membantu peserta didik dalam
perancangan tujuan belajar.
SDL memerlukan
negosiasi dalam perancangan pembelajaran secara keseluruhan. Perancangan
pembelajaran ini merupakan alat yang fleksibel tetapi efektif untuk membantu
peserta didik dalam penentuan tujuan belajar secara individual. Tanggung jawab
peserta didik dan pengajar harus dibuat secara eksplisit dalam perancangan
pembelajaran. Partisipasi para peserta didik dalam penentuan tujuan belajar
akan membuat mereka menjadi committed
terhadap proses pembelajaran.
DIRECT METHOD
Metode
ini mempunyai tujuan instruksional bahwa pembelajaran bahasa asing ditujukan
agar bisa berkomunikasi. Sejak grammar translation method tidak sangat efektif
dalam menyiapkan siswa untuk mengguanakan bahasa yang dipelajari (target
lanugage) secara komunikatif, Direct Method menjadi sangat populer.
Direct
Method memiliki satu peraturan dasar yaitu tidak diperbolehkannya jenis terjemahan.
Asal kata Direct Method faktanya karena pengajaran bahasa jika dengan
menggunakan metode ini disampaikan secara langsung (direct) dengan bantuan
visual tanpa adanya penggunaan bahasa asal (native language) siswa.
Tujuan
Penggunaan Direct Method
Guru
yang menggunakan Direct Method menginginkan siswanya belajar bagaimana
berkomunikasi dengan mengguanakan bahasa yang dipelajari (target language).
Agar harapan itu terwujud, siswa haru belajar berfikir mengguankan bahasa yang
dipelajari (target language) dengan tidak diperbolehkannya bahasa asil (native
language) muncul selama pelajaran.
Peran
Guru-siswa Dalam Direct Method
Walaupun
peran guru pada metode ini adalah sebagai 'director' kelas, peran siswa lebih
aktif jika dibandingkan pada Grammar Tranlation Method.
Guru dan siswa lebih seperti partners dalam preose pembelajaran/ pengajaran.
Karakteristik
Proses Pembelajaran Dalam Direct Method
Guru
yang menggunakan metode ini memaksa siswa untuk memahami arti dari bahasa
sasaran (target language) secara langsung. Untuk melakukannya, ketika guru
mengenalkan sebuah kata atau phrase bahasa sasaran, guru mendemonstrasikan
artinya melalui penggunaan realia, gamba, atau pantomim; guru tidak boleh
mengartikannya secara langusung ke bahasa asli (native language) siswa.
Interaksi Guru-siswa Dalam Direct Method
Interaksi
antara guru dengan siswa berjalan dari dua arah, baik dari guru ke siswa atau
dari siswa ke guru, tetapi kebanyakan interaksi berjalan dari guru ke siswa.
Interaksi antar siswa juga banyak terjadi dalam metode ini.
Language
Skill Dalam Direct Method
Vocabulary
sangat ditekankan melebihi grammar. Meskipun metode ini dapat berkerja pada
semua basic skills bahasa Inggris seperti reading, writing, speaking, dan
listening dari awal pembelajaran, tetapi komunikasi secara lisan dilihat
sebagai basic skill. Pronunciation juga mendapatkan tempat dalam metode ini,
dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.
Evaluasi
Dalam Direct Method
Formal
evaluation tidak begitu banyak dijumpai dalam metode ini, tatapi dalam Direct
Method, siswa diminta untuk menggunakan target language bukan untuk menjelaskan
pengetahuan mereka tentang target language. Siswa diminta untuk menggunkan
target language baik secara lisan atau tulisan. Sebagai contoh evaluasi dalam
metode ini, siswa mungkin diwawancarai secara langsung oleh guru atau mungkin
diminta untuk menuliskan secara langsung sebuah paragraph tentang sesuatu yang
telah mereka pelajari.
CONTENT
BASED INSTRUCTION
The focus
of a CBI lesson is on the topic or subject matter. During the lesson students
are focused on learning about something. This could be anything that interests
them from a serious science subject to their favorite pop star or even a
topical news story or film. They learn about this subject using the language
they are trying to learn, rather than their native language, as a tool for
developing knowledge and so they develop their linguistic ability in the target
language. This is thought to be a more natural way of developing language
ability and one that corresponds more to the way we originally learn our first
language.
There are
many ways to approach creating a CBI lesson. This is one possible way.
·
Preparation
o Choose a
subject of interest to students.
o Find
three or four suitable sources that deal with different aspects of the subject.
These could be websites, reference books, audio or video of lectures or even
real people.
· During
the lesson
o Divide
the class into small groups and assign each group a small research task and a
source of information to use to help them fulfill the task.
o Then
once they have done their research they form new groups with students that used
other information sources and share and compare their information.
o There
should then be some product as the end result of this sharing of information
which could take the form of a group report or presentation of some kind.
COMPETENCY BASED LANGUAGE TEACHING
Definition of CBLT
Competency Based Language
Teaching is a method or based on functional and interaction of language to
improve the quality in terms of assessment teaching and student learning.
The goal of CBLT
To enable student to become autonomous individuals capable of coping
with the demands of the world, and can also assist learners in mastering the
competencies to be able reading, listening, creative and observe it to form a
competence
The role of
Teacher and Student of CBLT
The teacher helping learners to develop competencies by providing a
variety of activities and learning resources appropriate to the school environment and student more active role in
the learning process.
characteristic of CBLT
— A focus on successful functioning in
society
— A focus on life skills
— Task or performance centered orientation
— Modularized instruction
— Outcomes that are made explicit a priori
— Continuous and ongoing assessment
— Demonstrated mastery of performance
objectives
— Individualized, student centered
instruction
The advantages of CBLT
—
The learner can judge whether the
competencies seem relevant and useful
—
The competencies are specific and
practical can be seen to relate to the learners need and interest
—
The student can generally communicate
well, having learn all the basic structure of the language
—
The competencies can be mastered one at
a time, so the learners can see what has been learned and what still remains to
be learned
—
The student are motivated to mention and
understand the word in the target language because the teacher use some media
to improve the skill or learner.
CONCLUSION
CBLT
is a method teaching about language as the subject to enable student to become
autonomous individuals capable of coping with the demands of the world,
Community Language
Learning
The
Community Language Learning is the method which are use by the teachers to
consider their students as ‘whole persons’. Whole person means that teachers
consider not only their students intellect, but also have some understanding of
the relationship among students feelings, physical reactions, instinctive
protective reactions, and desire to learn. The teachers who use this method
want their students to learn how to use the target language communicatively.
They focuces not only on the language but also on the being supportive of
learners in their learning process. In the class, the teachers become
counselor. It is doesn’t mean the teachers trained their students in
psychology. In this method, the teachers use tape-recorded, transcription,
reflection on experience, reflective listening, human computer, and small group
tasks to see our ‘whole persons’. With use tape-recorded, they can learn about
conversation easily. The teacher give them some ‘chunks’ on the transcript,
they must repeat it with her. In this method, the teachers use small groups to
help the students can get more practice with the target language and allow them
to get to know each other better.
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
Cooperative Learning
Contextual Teaching and Learning (CTL) is a conception of teaching and learning
that helps teachers relate subject matter content to real world situations and
motivates students to make connections between knowledge and its applications
to their lives as family members,
citizens,
and workers.
1.
Constructivism
Learning
is a process of “construct” not
accepting knowledge.
Developing
students understanding from
new experiences.
Emphasizing
hands-on and minds-on activity.
2. Inquiry
To get knowledge and new creativity through
their own inquiring, not only from remembering some facts.
Inquiry `s step
3.
Questioning
Teacher
motivates and guides students.
Find
out students` knowledge.
Paying
students` attention.
Refreshing
students` knowledge.
4. Learning
Community
Sharing
experiences and ideas.
Working
together is better than individual.
Everyone
is speaking, thinking, communicating, etc. 5. 5. Modeling
The
students can see, think, and learning.
Students
can remember the subject for long term.
Boring-less
6. Reflection
A
way of thinking about what we learn or to think back about what have learned.
Responding
the event, activity and new experiences.
Note-taking
the subject.
7. Authentic
Assessment
Measure students' knowledge
performance and skills.
Forms
: journal, work of art,
impression,
etc.
Components
1. Making meaningful connections.
2. Doing significant work. Work always have a purpose, then transfer the
knowledge to produce the product.
3. Self-regulated
learning to build student interest, individual or social, and attain the purpose in the real life.
4.
Collaborating. Help the student effective working in a group,
understanding how to interact with the other.
5.
Critical and creative thinking.
Analyze and collecting data,
to understand the problem
or fact and to solve it.
6.
Nurturing individual.
Motivating
students so that grow their thinking.
7 .Reaching high standards through identification of the purpose and motivate
the student to reach it.
7. Using authentic assessment the student will study hard and fight
with positive way.
Example of contextual teaching
English
teacher and Biology teacher doing collaborative in a class. They give the
students some pictures of part of flower
and human body in Indonesia form. They want their students to find out about it
using English form. So, the students will understand about it in the class and
their real life.
Cooperative Learning
Cooperative
Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Dimana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa berbagai tingkat
kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman
mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok
bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga
untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai
keberhasilan. Semua Siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil
memahami dan melengkapinya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu Hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan
sosial.
Prinsip
model pembelajaran kooperatif yaitu 1) saling ketergantungan positif; 2)
tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5)
evaluasi proses kelompok (Lie, 2000).
Manfaat dari Cooperative Learning antara lain: meningkatkan aktivitas belajar
siswa dan prestasi akademiknya, membantu siswa dalam mengembangkan
keterampilan berkomunikasi secara lisan, mengembangkan keterampilan sosial
siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, membantu meningkatkan hubungan
positif antar siswa.
Model
pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori
pembelajaran sosial. Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa
yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik
selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak
ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik
difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam
kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dalam model pembelajaran kooperatif,
guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik,
pembimbing peserta didik dalam belajar kelompok, pemberi motivasi peserta didik
dalam memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki
ketrampilan kooperatif.
@Langkah-langkah
dalam Cooperative Learning
Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning dapat dituliskan dalam table
sebagai berikut:
Langkah
|
Indikator
|
Tingkah
Laku Guru
|
Langkah
1
|
Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa.
|
Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang
akan dicapai serta memotivasi siswa.
|
Langkah
2
|
Menyajikan
informasi
|
Guru
menyajikan informasi kepada siswa
|
Langkah
3
|
Mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
Guru
menginformasikan pengelompokan siswa
|
Langkah
4
|
Membimbing
kelompok belajar
|
Guru
memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok belajar
|
Langkah
5
|
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan
|
Langkah
6
|
Memberikan penghargaan
|
Guru
memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
|
@
Pengelolaan Kelas Menurut Model Cooperative Learning
1.
Pengelompokan
1.
Kelompok
homogen (Ability grouping) adalah praktik memasukkan beberapa siswa
dengankemampuan yang setara dalam kelompok yang sama.
2.
Pengelompokan
heterogenitas (kemacam-ragaman),dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman
gender, latar belakang sosioekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.
2.
Semangat
gotong-royong
Dalam proses pembelajaran ini, agar berjalan secara efektif maka semua anggota
kelompok hendaknya mempunyai semangat bergotong royong yaitu dengan cara
membina niat dan semangat dalam bekerja sama yaitu dengan beberapa cara: a.
Kesamaan Kelompok. b. Identitas Kelompok c. Sapaan dan Sorak Kelompok.
1.
Penataan
ruang kelas
Dalam hal ini keputusan guru dalam penataan ruang disesuaikan dengan kondisi
dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
adalah: a) Ukuran ruang kelas, b) Jumlah siswa, c) Tingkat kedewasaan
siswa, f) Pengalaman guru dan siswa dalam melaksanakan metode pembelajaran
gotong royong.
@
Model Evaluasi belajar Cooperative Learning
Dalam model pembelajaran cooperative learning terdapat tiga model evaluasi,
ketiga model evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Model
Evaluasi Kompetisi
Pada sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif, karena sejak masa awal
pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi lebih baik dari teman-teman
sekelas, sehingga siswa yang jauh melebihi kebanyakan siswa yang dianggap berprestasi,
yang kemampuannya berada di bawah rata-rata kelas dianggap gagal atau tidak
berprestasi.
1.
Model
Evaluasi
Individual
Dalam sistem ini, sistem siswa belajar dengan pendekatan dan kecepatan yang
sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Anak didik tak bersaing dengan
siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman satu
kelas dianggap tidak ada karena jarang interaksi antar siswa di kelas. Berbeda
dengan sistem penilaian peringkat, dalam penyajian individual guru menetapkan
standar untuk setiap murid.
1.
Model
Evaluasi Cooperative Learning
Sistem ini menganut pemahaman homohomini soclus. Falsafah ini
menekankan saling ketergantungan antar makhluk hidup.
Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi
kelangsungan hidup. Prosedur sistem penilaian Cooperative
Learning diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan
kelompok. Jadi siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.
INQUIRY BASED LEARNING
INQUIRY BASED
LEARNING is a learning process through questions generated from the interests, curiosities, and perspectives/experiences of the
learner.
FIVE GENERAL
COMPONENTS
1. Question
2. Student Engagement
3. Cooperative Interaction
4. Performance Evaluation
5. Variety of Resources
FOUR LEVELS
1. Confirmation Inquiry
2. Structured Inquiry
3. Guide Inquiry
4. Open Inquiry
1. Question
2. Student Engagement
3. Cooperative Interaction
4. Performance Evaluation
5. Variety of Resources
FOUR LEVELS
1. Confirmation Inquiry
2. Structured Inquiry
3. Guide Inquiry
4. Open Inquiry
EXAMPLE
According survey Political and Economic Risk
Consultant (PERC), quality education in Indonesia is in the 12 position in from
12 countries in ASEAN.
1.
Why the quality of education
in Indonesia is in position in 12 in from 12 countries in ASEAN?
2.
Whether the cost of
education is very expensive to be one cause of the low quality of education in indonesia?
3.
What is the result poor
education in Indonesia?
4.
What can we do to improve the quality of education in Indonesia?
Lexical Approach
In creating the pedagogical materials for Français interactif, the developers decided to move away from the traditional grammatical syllabus and adopt features of the Lexical Approach instead. Types of Lexical Units Lewis also suggests that Native speakers have a large inventory of lexical chunks that are vital for fluent production. Chunks include collocations and fixed and semi-fixed expressions and idioms. Fluency does not depend on a set of generative grammar rules and a separate store of isolated words, but on the ability to rapidly access this inventory of chunks. These chunks occupy a crucial role in facilitating language production and are the key to fluency. Two points to remember about lexical chunks: learners are able to--
- comprehend lexical phrases as unanalyzed wholes or chunks.
- use whole phrases without understanding their constituent parts.
Taxonomy of Lexical Items (Lewis, 1997)
Lexical Item
|
Examples
|
words
|
book, pen
|
polywords
|
by the way, upside down
|
collocations
|
prices fell, rancid butter
|
institutionalized utterances
|
I'll get it; That'll do
|
sentence frames and heads
|
That is not as [adjective]
as you think;
The danger was... |
text frames
|
In this paper we will
explore...; Firstly...
|
Lexis in Language Teaching and Learning
The language activities consistent with the lexical approach must be directed toward naturally occurring language and toward raising learners' awareness of the lexical nature of language. Activites of this nature include the following:
- intensive and extensive listening and reading in the target language
- first and second language comparisons and translation
- repetition and recycling of activities to keep words and expressions that have been learned active
- guessing the meaning of vocabulary items from context
- noticing and recording language patterns and collocations
- working with dictionaries and other reference tools
- working with language corpuses to research word partnerships, preposition usage, style, and so on
Sustained
Silent Reading
Sustained silent reading adalah kegiatan membaca dalam hati
yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk
memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Pesan yang ingin
disampaikan kepada siswa melalui kegiatan ini adalah :
a. Membaca adalah kegiatan penting yang
menyenangkan;
b. Membaca dapat dilakukan oleh siapa
pun;
c. Membaca berarti kita berkomunikasi
dengan pengarang buku tersebut;
d. Siswa dapat membaca dan
berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang cukup lama;
e. Guru percaya bahwa siswa memahami
apa yang mereka baca;
f. Siswa dapat berbagi pengetahuan yang
menarik dari materi yang dibacanya setelah kegiatan sustained silent reading
berakhir.
TASK BASED APPROACH
Analysis
Task
-based learning offers an alternative for language teachers. In a task-based
lesson the teacher doesn’t pre-determine what language will be studied, the
lesson is based around the completion of a central task and the language
studied is determined by what happens as the students complete it. The lesson
follows certain stages.
Pre-task
The
teacher introduces the topic and gives the students clear instructions on what
they will have to do at the task stage and might help the students to recall
some language that may be useful for the task. The pre-task stage can also
often include playing a recording of people doing the task. This gives the
students a clear model of what will be expected of them. The students can take
notes and spend time preparing for the task.
Task
The
students complete a task in pairs or groups using the language resources that
they have as the teacher monitors and offers encouragement.
Planning
Students
prepare a short oral or written report to tell the class what happened during
their task. They then practice what they are going to say in their groups.
Meanwhile the teacher is available for the students to ask for advice to clear
up any language questions they may have.
Report
Students
then report back to the class orally or read the written report. The teacher
chooses the order of when students will present their reports and may give the
students some quick feedback on the content. At this stage the teacher may also
play a recording of others doing the same task for the students to compare.
Analysis
The
teacher then highlights relevant parts from the text of the recording for the
students to analysis. They may ask students to notice interesting features
within this text. The teacher can also highlight the language that the students
used during the report phase for analysis.
Practice
Finally,
the teacher selects language areas to practice based upon the needs of the
students and what emerged from the task and report phases. The students then do
practice activities to increase their confidence and make a note of useful
language.
The
advantages of Task Based Approach
- the students are free of language control. In all three stages they must use all their language resources rather than just practising one pre-selected item.
- The students will have a much more varied exposure to language with TBL. They will be exposed to a whole range of lexical phrases, collocations and patterns as well as language forms.
- The language explored arises from the students’ needs. This need dictates what will be covered in the lesson rather than a decision made by the teacher or the course book.
- It is a strong communicative approach where students spend a lot of time communicating.
- It is enjoyable and motivating.
TPR
(Totally Physical Response)
Bahasa merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dan
memiliki peran sentral, khususnya dalam perkembangan intelektual, sosial, dan
emosional seseorang dan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa diharapkan
bisa membantu seseorang dalam hal ini yang saya bicarakan adalah peserta didik
untuk mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan
dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut,
menemukan serta menggunakan kemampuan-kemampuan analitis dan imaginative dalam
dirinya.
Ada beberapa macam metode yang biasa digunakan seorang guru atau instruktur dalam meningkatkan kemampuan belajar peserta didiknya seperti metode diskusi, ceramah, Inquiry dan lain-lain. Saya ingin memperkenalkan salah satu metode yakni metode TPR (Total Physical Response) sebagai salah satu teknik penyajian dalam pengajaran khususnya dalam pembelajaran bahasa asing, baik itu bahasa Inggris, Jepang, Perancis, dan lain-lain.
Metode pembelajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dikuasai oleh peserta didik dengan kata lain ilmu tentang guru mengajar dan murid belajar.
Ada beberapa macam metode yang biasa digunakan seorang guru atau instruktur dalam meningkatkan kemampuan belajar peserta didiknya seperti metode diskusi, ceramah, Inquiry dan lain-lain. Saya ingin memperkenalkan salah satu metode yakni metode TPR (Total Physical Response) sebagai salah satu teknik penyajian dalam pengajaran khususnya dalam pembelajaran bahasa asing, baik itu bahasa Inggris, Jepang, Perancis, dan lain-lain.
Metode pembelajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dikuasai oleh peserta didik dengan kata lain ilmu tentang guru mengajar dan murid belajar.
1.Pengertian Metode TPR (Total Physical Response)
Menurut Richards J dalam bukunya
Approaches and Methods in Language Teaching, TPR didefinisikan:
“a language teaching method built around the coordination of speech and action; it attempts to teach language through physical (motor) activity”.
Jadi metode TPR (Total Physical Response) merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action); dan berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor).
Sedangkan menurut Larsen dan Diane dalam Technique and Principles in Language Teaching, TPR atau disebut juga ”the comprehension approach” atau pendekatan pemahaman yaitu suatu metode pendekatan bahasa asing dengan instruksi atau perintah.
Metode ini dikembangkan oleh seorang professor psikologi di Universitas San Jose California yang bernama Prof. Dr. James J. Asher yang telah sukses dalam pengembangan metode ini pada pembelajaran bahasa asing pada anak-anak. Ia berpendapat bahwa pengucapan langsung pada anak atau siswa mengandung suatu perintah, dan selanjutnya anak atau siswa akan merespon kepada fisiknya sebelum mereka memulai untuk menghasilkan respon verbal atau ucapan.
Metode TPR ini sangat mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik karena masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajarannya terutama pada saat mempelajari bahasa asing, dan juga dapat menciptakan suasana hati yang positif pada peserta didik yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam pelajaran tersebut. Makna atau arti dari bahasa sasaran dipelajari selama melakukan aksi.
Guru atau instruktur memiliki peran aktif dan langsung dalam menerapkan metode TPR ini. Menurut Asher ”The instructor is the director of a stage play in which the students are the actors”, yang berarti bahwa guru (instruktur) adalah sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa sebagai pelaku atau pemerannya. Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran.
Siswa dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar dan pelaku. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan guru baik secara individu maupun kelompok.
“a language teaching method built around the coordination of speech and action; it attempts to teach language through physical (motor) activity”.
Jadi metode TPR (Total Physical Response) merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action); dan berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor).
Sedangkan menurut Larsen dan Diane dalam Technique and Principles in Language Teaching, TPR atau disebut juga ”the comprehension approach” atau pendekatan pemahaman yaitu suatu metode pendekatan bahasa asing dengan instruksi atau perintah.
Metode ini dikembangkan oleh seorang professor psikologi di Universitas San Jose California yang bernama Prof. Dr. James J. Asher yang telah sukses dalam pengembangan metode ini pada pembelajaran bahasa asing pada anak-anak. Ia berpendapat bahwa pengucapan langsung pada anak atau siswa mengandung suatu perintah, dan selanjutnya anak atau siswa akan merespon kepada fisiknya sebelum mereka memulai untuk menghasilkan respon verbal atau ucapan.
Metode TPR ini sangat mudah dan ringan dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik karena masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajarannya terutama pada saat mempelajari bahasa asing, dan juga dapat menciptakan suasana hati yang positif pada peserta didik yang dapat memfasilitasi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam pelajaran tersebut. Makna atau arti dari bahasa sasaran dipelajari selama melakukan aksi.
Guru atau instruktur memiliki peran aktif dan langsung dalam menerapkan metode TPR ini. Menurut Asher ”The instructor is the director of a stage play in which the students are the actors”, yang berarti bahwa guru (instruktur) adalah sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa sebagai pelaku atau pemerannya. Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari, siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran.
Siswa dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar dan pelaku. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan guru baik secara individu maupun kelompok.
2.Bentuk Aktivitas dengan Metode TPR dalam PBM (Proses Belajar Mengajar).
Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode TPR ini banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru dan siswa antara lain:
a.Latihan dengan menggunakan perintah (Imperative Drill ), merupakan aktivitas utama yang dilakukan guru di dalam kelas dari metode TPR. Latihan berguna untuk memperoleh gerakan fisik dan aktivitas dari siswa.
b.Dialog atau percakapan (conversational dialogue).
c.Bermain peran (Role Play), dapat dipusatkan pada aktivitas sehari-hari seperti di sekolah, restoran, pasar, dll.
d.Presentasi dengan OHP atau LCD
e.Aktivitas membaca (Reading) dan menulis (Writing) untuk menambah perbendaharaan kata (vocabularies) dan juga melatih pada susunan kalimat berdasarkan tenses dan sebagainya.
3.Teori pembelajaran TPR
Teori pembelajaran bahasa TPR yang diterapkan pertama kali oleh Asher ini mengingatkan pada beberapa pandangan para psikolog, misalnya Arthur Jensen yang pernah mengusulkan sebuah model 7-langkah unutk mendeskripsikan perkembangan pembelajaran verbal anak. Model ini sangat mirip dengan pandangan Asher tentang penguasaan bahasa anak. Asher menyajikan 3 hipotesa pembelajaran yang berpengaruh yaitu:
1.Terdapat bio-program bawaan yang spesifik untuk pembelajaran bahasa yang menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk pengembangan bahasa pertama dan kedua.
2.Lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang berbeda pada otak kiri dan kanan.
3.Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, stress yang lebih rendah kapasitasnya maka pembelajaran menjadi lebih baik.
(PROJECT BASE LEARNIG)
PENGAJARAN BAHASA DENGAN METODE SILENT WAY,
—
Project Based Learning is an
instructional approach built upon authentic learning activities that engage
student interest and motivation. These activities are designed to answer a
question or solve a problem and generally reflect the types of learning and
work people do in the everyday world outside the classroom.
—
Project Based Learning is generally done by groups of students working
together toward a common goal. Performance is assessed on an individual basis,
and takes into account the quality of the product produced, the depth of
content understanding demonstrated, and the contributions made to the ongoing
process of project realization
DESIGNING AND PLANNING SUCCESSFUL PROJECTS
- BEGIN WITH THE END IN MIND
Great
project begin with planning for the end result. In this section, you will learn
to conceive manageable project s with engaging themes and high standard.
By
beginning with the end in mind, you will improve your ability to plan projects , as well as communicate the purpose and context of
project to your students. Students who
understand the meaning of what they are learning retain more information , apply their
knowledge more skillfully, and feel more motivated to achieve
The Step Is :
a. Develop a Project
Idea
b. Decide The Scope
of the Project
c. Select Standard
d. Incorporate
Simultaneous Outcomes
e. Work from
Project Design Criteria
f. create the Optimal Learning Environment.
Project based learning
Project
Base Learning Process
1. Students are faced with
the problem and try to finish that problems
.
2. Identifying
what should be studied to better understand the problemsandhotosolveit.
3. Seek
information from various sources such as books, journals, reports, online information or ask an
expert in accordance with the field. In
this way, learning is personalized according to the needs and lifestyles of each individual.
4. After
getting the information, they are back on the problem and apply what they have learned to
understand and solve them.
5. At the
end of the process, students are assessed against him and give criticism for his friends.
SUMMARY
PBL is one of teaching method that used by a teacher to teach their
student by put or engage them into one group to solve the problem together
In PBL not the result of the
student task that can be a main focus of
teacher, but the main focus is the process or the way the students working
together to solve the task or problem.
PENGAJARAN BAHASA DENGAN METODE SILENT WAY,
- Pendahuluan
- Pembelajaran dipermudah jika si pembelajar mendapatkan atau menciptakan hal baru dibandingkan dengan mengingat dan mengulang apa yang harus dipelajari.
- Pembelajaran dipermudah dengan menggunakan objek fisik.
- Pembelajaran dipermudah dengan pemecahan masalah yang melibatkan materi yang diajarkan.
- Prinsip-Prinsip Dasar Silent Way dalam Pengajaran Bahasa
SUGESTOPEDIA
Sugestopedia adalah metode pengajaran, yang berfokus pada bagaimana
menangani hubungan antara potensi mental dan efektivitas belajar dan sangat
tepat untuk digunakan dalam berbicara pengajaran bagi pembelajar bahasa muda
(Xue, 2005. Metode ini diperkenalkan oleh seorang psikolog dan pendidik
Bulgaria, George Lazanov pada tahun 1975 Maleki (2005) percaya bahwa kita mampu
belajar lebih banyak dari yang kita pikirkan, asalkan kita menggunakan kekuatan
otak kita dan kapasitas batin. Selain itu, DePorter (2008) diasumsikan bahwa
otak manusia dapat memproses jumlah besar bahan jika diberikan kondisi yang
tepat untuk belajar dalam keadaan relaksasi dan menyatakan bahwa sebagian besar
siswa hanya menggunakan 5 sampai 10 persen dari kapasitas mental
mereka. Lazanov dibuat Sugestopedia untuk belajar yang memanfaatkan keadaan
rileks pikiran untuk bahan retensi maksimum. Dengan menggunakan semacam ini
methof, YLLs bisa mendapatkan menghafal 25 kali lebih cepat daripada metode
konvensional (Bowen, 2009).
Sugestopedia adalah metode input yang efektif berbasis dipahami dengan
kombinasi desuggestion dan saran untuk mencapai pembelajaran super. Tujuan yang paling penting
dari Sugestopedia adalah untuk memotivasi lebih banyak potensi mental siswa
untuk belajar dan yang diperoleh dengan sugesti. Desuggestion berarti bongkar
bank memori, atau cadangan, kenangan yang tidak diinginkan atau memblokir.
Saran maka berarti loading bank memori dengan kenangan yang diinginkan dan
memfasilitasi.
Lazanov (1978) dikutip dalam Lica (2008) berpendapat bahwa peserta didik
memiliki kesulitan dalam memperoleh bahasa Inggris sebagai bahasa kedua karena
takut para siswa untuk membuat kesalahan. Ketika peserta didik berada dalam
kondisi ini, jantung dan meningkatkan tekanan darah. Ia percaya bahwa ada mental block dalam
otak peserta didik '(filter afektif). Ini blok filter input, sehingga peserta
didik mengalami kesulitan untuk menguasai bahasa yang disebabkan oleh ketakutan
mereka. Kombinasi desuggestion dan saran adalah untuk menurunkan filter afektif
dan memotivasi potensi mental siswa untuk belajar, yang bertujuan untuk
mempercepat proses dimana mereka belajar untuk memahami dan menggunakan bahasa
target untuk komunikasi untuk mencapai pembelajaran super. Ini adalah tujuan
akhir dari Sugestopedia
Richard dan Rogers
(1998) menyatakan bahwa ada beberapa komponen teori di mana desuggestion dan
saran beroperasi:
Key Features of
Suggestopedia: Fitur utama dari Sugestopedia:
Comfortable environment
( Lingkungan nyaman )
Dalam jenis metode
pengajaran, kelas ini sangat berbeda dari kelas umum. Di dalam kelas,
kursi-kursi diatur setengah lingkaran dan menghadap papan hitam atau putih
untuk membuat siswa lebih memperhatikan dan lebih santai. Lampu di dalam kelas
redup untuk membuat pikiran siswa lebih santai (Xue, 2005).
Penggunaan musik
Salah satu keunikan
yang paling dari metode ini adalah penggunaan musik Barok selama proses
belajar. Ostrander dan Schroeder dikutip dalam Harmer (1998) mengatakan bahwa
musik Barok, dengan 60 ketukan per menit dan irama yang spesifik, menciptakan
semacam keadaan rileks pikiran untuk retensi maksimum dari bahan . Hal ini
diyakini bahwa musik Barok menciptakan tingkat konsentrasi santai yang
memfasilitasi asupan dan retensi dalam jumlah besar bahan. Barok musik membantu
siswa sugestopedia untuk mencapai negara tertentu relaksasi, di mana penerimaan
meningkat (Radle, 2008 Peningkatan potensi belajar dimasukkan ke peningkatan
otak alfa dan penurunan preasure darah dan denyut jantung. Musik yang digunakan
juga tergantung pada keterampilan yang diharapkan dari siswa: tata bahasa,
latihan imajinasi, membuat rencana masa depan, diskusi, dll
Peripheral Learning
Para siswa memperoleh
bahasa Inggris tidak hanya dari instruksi langsung tetapi juga dari instruksi
langsung. Hal ini didorong melalui kehadiran dalam lingkungan belajar poster
dan dekorasi yang menampilkan bahasa target dan informasi gramatikal berbagai.
Dengan melakukan ini, siswa bisa belajar banyak hal undirectly di kelas atau
ruang kelas di luar. Misalnya, YLLs dapat membuat produksi lisan sederhana
dengan menggunakan poster atau informasi gramatikal di dinding.
Free Errors
Dalam proses belajar
mengajar berbicara,. Penekanannya adalah pada konten tidak strukturTata bahasa
dan kosakata disajikan dan diberikan pengobatan dari guru, tetapi tidak tinggal
di.
Homework is limited PR
terbatas
YLLs membaca ulang
materi yang diberikan di kelas sekali sebelum mereka pergi tidur di malam hari
dan sekali di pagi hari sebelum mereka bangun.
Musik, drama dan seni
yang terintegrasi dalam proses pembelajaran
Mereka terintegrasi
sesering mungkin
Suggestopedia in the
Classroom Sugestopedia di dalam Kelas
Pengajaran berbicara
untuk YLLs menggunakan Sugestopedia, guru harus mengambil tiga langkah
(Lazanov, 1982) dikutip dalam Xue (2005):
Presentasi
Presentasi adalah dasar dari melakukan Sugestopedia di kelas berhasil. Tujuan utama dalam tahap ini adalah untuk membantu siswa santai dan pindah ke kerangka berpikir positif, dengan perasaan bahwa belajar akan menjadi mudah dan lucu. Desuggestion dan saran terjadi pada tahap ini pada waktu yang sama.
Presentasi adalah dasar dari melakukan Sugestopedia di kelas berhasil. Tujuan utama dalam tahap ini adalah untuk membantu siswa santai dan pindah ke kerangka berpikir positif, dengan perasaan bahwa belajar akan menjadi mudah dan lucu. Desuggestion dan saran terjadi pada tahap ini pada waktu yang sama.
The first concert
Hal ini melibatkan
presentasi aktif dari material yang akan dipelajari. Bentuk asli dari
Sugestopedia disajikan oleh Lozanov terdiri dari penggunaan dialog
diperpanjang, sering beberapa halaman panjang, disertai dengan daftar kosakata
dan pengamatan pada poin tata bahasa. Biasanya dialog ini akan dibaca
keras-keras untuk YLLs dengan iringan musik.
Second Concert Kedua
Konser
. Para siswa sekarang
dibimbing untuk rileks dan mendengarkan beberapa musik Barok Pilihan terbaik
dari musik sesuai dengan Lozanov, dengan teks yang sedang dipelajari sangat
tenang di latar belakang. Selama kedua jenis membaca, pembelajar akan duduk di
kursi yang nyaman, kursi daripada kursi-kursi kelas, dalam lingkungan yang
nyaman. Setelah pembacaan ini dialog yang panjang dengan iringan musik, guru
akan memanfaatkan dialog untuk pekerjaan bahasa yang lebih konvensional. Musik
membawa siswa ke dalam kondisi mental yang optimal untuk akuisisi usaha material.
Para siswa, kemudian, membuat dan praktik dialog setelah mereka menghafal isi
material.
Praktek
Penggunaan berbagai
permainan peran, permainan, teka-teki, dll untuk meninjau dan
mengkonsolidasikan pembelajaran. Berikut adalah contoh berbicara mengajar
menggunakan memainkan peran:
Guru menyapa siswa
dengan bahasa Inggris atau bahasa asli mereka dan mengatakan kepada mereka
bahwa mereka akan memiliki pengalaman baru dan menarik dalam pembelajaran
bahasa.
Guru meminta siswa
untuk menutup mata mereka dan memberitahu mereka bahwa mereka akan pergi ke
negara yang berbahasa Inggris. Misalnya, mereka berada di bandara.
"Sekarang, Anda berada di bandara Amerika, mendengarkan orang-orang di
sekitar Anda Mereka berbicara dengan pejabat imigrasi ", kata guru itu.
Guru meminta mereka untuk membuka mata mereka dan membawa kesadaran mereka ke
kelas. Dia mengatakan, "Selamat datang ke Inggris!".
Kemudian, guru
mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan memiliki nama baru dan identitas
dengan menunjukkan poster menampilkan nama-nama bahasa Inggris. Para siswa akan
mengucapkan nama dengan mengulangi guru. Guru membantu mereka dengan melakukan
pantomim untuk membantu mereka memahami tentang identitas baru mereka seperti
dokter, perawat, polisi, dll
nt using his name and
ask some questions in English about his occupation. Guru menyapa setiap siswa
menggunakan nama dan mengajukan beberapa pertanyaan dalam bahasa Inggris
tentang pekerjaannya.. Melalui tindakannya, para siswa memahami makna dan
mereka menjawab 'ya' dan tidak'.
Guru mengajarkan
mereka sebuah dialog singkat tentang ucapan dalam bahasa Inggris Setelah itu,
siswa akan praktek. Guru memberitahu siswa bahwa mereka sedang mengadakan pesta
dan mereka harus memperkenalkan satu sama lain dengan nama baru mereka dan
identitas.
Selanjutnya, guru
mengumumkan bahwa kelas selesai dan mereka akan memiliki kegiatan lain yang
menarik besok dan mereka tidak memiliki pekerjaan rumah.
Keuntungan
Sebagai metode
tertentu, Sugestopedia menawarkan beberapa manfaat untuk digunakan dalam ruang
kelas bahasa kedua untuk YLLs. Ada beberapa manfaat dalam menggunakan
Sugestopedia:
Sebuah masukan
comprehesible berdasarkan dessugestion dan prinsip saran
Dengan menggunakan
metode pengajaran, YLLs dapat menurunkan filter afektif mereka Sugestopedia
kelas, di samping itu, diadakan di kamar biasa dengan kursi yang nyaman, sebuah
praktik yang juga dapat membantu mereka rileks Guru dapat melakukan banyak
hal-hal lain untuk menurunkan filter afektif. Menurut Kharsen (1989) dikutip dalam
Xue (2005) kegiatan yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan lebih mengenal
satu sama lain dapat membantu kecemasan lebih rendah dan membuat siswa untuk
mengadopsi nama baru untuk durasi kursus bahasa mungkin memiliki efek yang
sama.
Konsep Otoritas
Siswa ingat terbaik dan
yang paling dipengaruhi oleh informasi yang datang dari sumber otoritatif,
guru.
Double-planedness teori
Hal ini mengacu pada
belajar dari dua aspek. Mereka adalah aspek sadar dan satu bawah sadar. YLLs
dapat memperoleh tujuan instruksi pengajaran dari kedua instruksi langsung dan
lingkungan di mana mengajar berlangsung.
Peripheral belajar
Sugestopedia mendorong
siswa untuk menerapkan bahasa yang lebih mandiri, mengambil tanggung jawab
lebih pribadi untuk belajar mereka sendiri dan mendapatkan lebih percaya diri.
Informasi perifer juga dapat membantu mendorong siswa untuk menjadi lebih
eksperimental, dan melihat ke sumber-sumber selain guru untuk masukan bahasa.
Sebagai contoh, siswa dapat membuat beberapa kalimat dengan menggunakan
struktur gramatikal ditempatkan di dinding ruang kelas itu, menggambarkan
tempat tertentu dalam suatu negara berbahasa Inggris dengan melihat poster di
dinding, dll Ketika para siswa berhasil dalam melakukan self-kegiatan , mereka
akan lebih percaya diri.
Kekurangan
Hal ini tidak adil
untuk menganalisis hanya dari aspek manfaat Sugestopedia juga memiliki
keterbatasan karena tidak ada metode pengajaran tunggal yang chategorized
sebagai yang terbaik didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti: kurikulum,
motivasi siswa, keterbatasan keuangan, jumlah siswa, dll
: Kelemahan utama dari Sugestopedia adalah sebagai berikut:
Lingkungan pembatasan
Sebagian besar sekolah
di negara-negara Each class consists of 30 to 40 students. Setiap kelas terdiri
dari 30 sampai 40 siswa. Salah satu masalah yang dihadapi dalam menggunakan
metode ini adalah jumlah siswa di kelas. Harus ada 12 siswa di kelas (Adamson,
1997).
Penggunaan hipnosis
Beberapa orang
mengatakan bahwa Sugestopedia menggunakan hipnosis, sehingga memiliki efek yang
mendalam buruk bagi manusia. Lazanov membantah keras tentang hal itu.
Infantilization belajar
Sugestopedia kelas
dikondisikan menjadi anak-seperti situasi. Ada beberapa siswa yang tidak suka
diperlakukan seperti ini karena mereka berpikir bahwa Thay dewasa.
Menggunakan
Sugestopedia tidak mudah terutama di negara-negara di mana tingkat pendidikan
masih rendah. Ini membutuhkan guru yang profesional dan berpengalaman. Sangat
sedikit guru yang bekerja berada dalam posisi di mana mereka dapat menggunakan
sistem ini (Adamson, 1997). Para guru harus mengambil lebih banyak pelatihan
dalam rangka pemanfaatan Sugestopedia di dalam kelas. Richards dan Rogers
(1998) dikutip dalam Xue (2005) menyatakan bahwa dalam melakukan Sugestopedia
untuk YLLs, ada beberapa saran:
(1) Guru menunjukkan
kepercayaan mutlak dalam metode.
(2) Guru
menampilkan perilaku pemilih dalam perilaku dan pakaian.
(3) Mengajar
mengatur dengan benar dan ketat mengamati tahap awal dari proses pengajaran.
Ini termasuk pilihan dan memutar musik, serta ketepatan waktu.
(4) Guru memelihara
sikap serius terhadap sesi.
(5) Guru memberikan tes
dan merespon dengan bijaksana ke kertas miskin (jika ada).
(6) Stres global
daripada sikap analitis terhadap materi.
(7) Guru memelihara
antusiasme sederhana
PARTICIPATORY APPROACH
Experience
Problem Based Learning
Participatory
approaches are
a product of long lasting interaction between
researchers, development workers, government agents and local populations.
HISTORY OF PAaRTICIPATORY APPROACH
In the early 1960s,
Freire developed a native-language literacy program for slum dwellers and
peasants in Brazil. Freire engaged learners in dialogues about problems in
their lives. These dialogs not only became the basis for literacy development,
but also for reflection and action to improve students' lives.
Freire believed that 'education is meaningful to the extent that it
engages learners in reflecting on their relationship to the world they live in
and provides them with a means to shape their (Freire and Macedo 1987 in Auerbach
1992).
IN THEa FACT
Education
is not value free, it occurs within a particular context.
The goal of the participatory approach is
to help students to
understand the social, historical, or cultural forces that affect their lives,
and then to help empower students to take action and make decisions in order to
gain control over their lives (Wallerstein 1983).
Let us examine the practices and principles of the participatory approach.
Let us examine the practices and principles of the participatory approach.
Experience
Let us now see a lesson in which the participatory approach is being
practiced.
The students are recent
immigrants to the United States from Central Europe. They are adults who
work part-time during the day and study English at night. Although attendance
fluctuates somewhat due to family and work demands placed on the students, tonight there are ten adults present as the class gets underway.
The teacher begins,
'Good evening everyone. How are you tonight? The students return the
greeting warmly and interact with the teacher and each other, only interrupting
to greet latecomers. They know from previous experience that this is a
time to catch up on anything of significance that has happened in their lives since last
week's class.
One student discusses
the fact that one of her children is struggling at schools. He never wants to
go to school. She does not know what the problem is, but she is worried.
Having listened to the
students and having taken note of their issues, the teacher continues,
'Last week, we were talking about why it is difficult for some of you to come
to Having listened to the students and
having taken note of their issues, the teacher continues, 'Last week, we were talking about why it is difficult for some of you to
come to class regularly. Now, I know that most of you work during the day and you have
your family to take care of in the evening.
CONCLUSION
Learning to communicate by communicating, rather than by preparing to do
so through practicing the various pieces of language, is a
different way to approach the goal of developing students' communicative competence.
What is the meaning of problem based learning ??
Problem is something that must be completed
Based can be also called as a beginning
Learning have means students as the object turns into a subject in the
learning process (innovative learning).
Problem based learning is
Problem based learning is
one alternative learning model that allows the development of students’
thinking skills (reasoning, communication, and connection) in solving
problems to deal with something new.
Learning environment must be prepared in
the PBL is
An open learning environment, using the democratic process, and emphasizes the active role of students.
An open learning environment, using the democratic process, and emphasizes the active role of students.
The steps student in Problem Based
Learning
There are 8 steps, such as :
There are 8 steps, such as :
1. Finding
the problem
2. Defining
the problem
3. Gather
the fact
4. Making
hypothesis
5. Research
6. Rephrasing
the problem
7. Homologate
alternative
8. Propose
a solution
Instructions for teacher in the learning
with problem based learning
Problem Based Learning approach the students present their ideas to
others and to understand and to guide teachers with new ideas in the form of concepts
and principles.
The purpose of Problem Based Learning
1. There are 5 kinds, such as :
Mastery of the content
of learning and problem solving skill development.
2. Associated with learning
about the life (life-wide learning).
3. Skills to understand
information.
4. Collaborative and team
learning.
5. Reflective thinking and
evaluative skills.
Design roots in Problem Based Learning
Root of the design problem is a real problem in the form of a fact of
life.
By Michael Hicks (1991), there are 4 kinds when talking about the
problem :
1. Understanding the
problem.
2. We don’t know how to
solve the problem.
3. The desire to solve
problems.
4. The believe is able to
solve the problem.
Design problem
There are 4 kinds, such as :
1. The characteristics
2. Context
3. Resources and learning environment
4. Presentation
The concept and characteristic s of Problem Based Learning
A.
concept
1. Force issues.
2. Problems and pedagogy.
3. Problems and multiple perspective.
4. Problem Based Learning and cognition.
B. Characteristics
There are 9 kinds, such as :
1. The problem is the starting
point in learning.
2 That problem is that there
should be a real world.
3. Problems require multiple
perspectives.
4. Challenging problems of
knowledge which is owned by the students in terms of attitude and competence.
5. Learning self-direction into
the main.
6. Utilization of diverse source
of knowledge, use, and evaluation of information resources.
7. Learning is collaborative,
communication, and cooperative.
8. Development of inquiry skills
in problem solving to find solution to a problem.
9. Problem Based Learning
involves the evaluation and review of the student experiences and learning.
Curriculum development and curriculum planning in Problem Based Learning
A.
Curriculum development
Curriculum in the Problem Based
Learning :
1. Mega
level (the level)
2. Macro
level (the what)
3. Micro
level (the how)
B.
Curriculum planning
The steps :
1. Define
goals and objectives in utilizing Problem Based Learning.
2. The
development standards include: using,
what is needed, and outcomes that you want to accomplish.
Learning theory underlying the problem
based learning approach
1.Theory of meaningful learning of David Ausubel :
a. learning significant
(meaningful learning
b. Learning is required
2. Learning theory Vigotsky
3. Learning theory of Jerome S. Bruner
Conclusion
Based Learning is one approach that is used to
stimulate’ thinking in a situation of high levels of oriented real world problem, including
learning how to learn.
Neurolinguistic programming
The idea is that these principles become
part of the belief system of the teacher and shape the way teaching is
conducted no matter what method the teacher is using :
— Mind and body are interconnected
— The map is not the territory
— There Is no failure, only feedback
. . . . . .and a renewed opportunity for success.
— The map become the territory
— Knowing what you want helps you get it
— The resource we need are within us
— Communications is nonverbal as well as
verbal
— The nonconscious mind is benevolent
— Communication is nonconscious as well as
conscious
— All behavior has a positive intention
— The meaning of my communication is the
response I get
— Modeling excellent behavior leads to
excellence
— In any system, the element with the
greatest flexibility will have the most influence on that system.
Procedure
—
Students are told that they are going on
—
Check that they understand vocabulary
—
Students are asked relax
—
Imagine biscuit
—
Ask the students to describe
—
Ask them to say again the sentence
—
Put a large pieces of paper
—
On other pieces of paper
—
Ask students to stand
—
Students write on the paper
Conclusion
NLP ( Neurolinguistic Programming) is not a language teaching method. It does
not consist of a set of techniques for teaching a language based on theories
and assumptions at the levels of an approach and a design. NLP practitioners believe that if language
teachers adopt and use the principles of NLP, they will become more effective teachers.
Learning Strategy Training
What is lst ?
ž
Is when research observed that language
teachers time might be profitably spent in learning training. Such suggestion
led to the idea of learning strategy training. Training students in the use of
learning strategies in order to improve
their learning effectiveness.
Experience
ž
Where the students will be working on
improving their reading by learning to preview and to skim to get the main idea
of a reading passage. Learning this strategy will improve their comprehension
and the speed at which they read.
We uses the think-aloud
technique in this concept :
ž
To do first is read title.
ž
Read the first paragraph. But we don’t
read every word. Let our eyes skim it very quickly, just picking out what we
think are the main ideas.
ž
When we read through the first paragraph
quickly and don’t read every word, skip those if we don’t know the meaning of.
See what we can learn about the main idea of the reading in this way.
ž
Don’t use dictionary.
The benefits of this concept :
ž
The benefit of learning strategy
training is that it can help learners to continue to learn after they have
completed their formal study to be more effective in learning the target
language.
Metode
Alami (Natural Method)
Metode alami (Natural Method) disebut demikian karena dalam proses belajar,
siswa dibawa ke alam seperti halnya pelajaran bahasa ibu sendiri
Dalam pelaksanaannya metode ini tidak jauh berbeda dengan metode langsung
(direct) dimana guru menyajikan materi pelajaran langsung dalam bahasa asing
tanpa diterjemahkan sedikitpun, kecuali dalam hal-hal tertentu di mana kamus
dan bahasa anak didik dapat digunakan.
Ciri Metode Natural ini antara lain :
Urutan pelajaran mula-mula diberikan melalui menyimak/mendengarkan (listening) baru kemudian percakapan (speaking), membaca (reading) menulis atau (writing) terahir baru gramatika
Pelajaran disajikan mula-mula memperkenalkan kata-kata yang sederhana yang telah diketahui oleh anak didik, kemudian memperkenalkan benda-benda mulai dari benda-benda yang ada di dalam kelas, dirumah dan luar kelas, bahkan mengenal luar negeri atau negara-negara asing terutama Timur Tengah.
Alat peraga dan kamus yang dapat digunakan sewaktu-waktu sangat diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan mengartikan kata-kata sulit dalam bahasa asing, dan memperbanyak perbendaharaan kata-kata atau memperkaya Vocabulary sebagai syarat utama menguasai bahasa asing
Oleh karena kemampuan dan kelancaran membaca dan bercakap-cakap sangat diutamakan dalam metode ini maka pelajaran gramatikal (tata bahasa) kurang diperhatikan
Kebaikan Metode Natural Kebaikan metode ini antara lain :
Pada tingkat lanjutan metode ini sangat efektif, karena setiap individu siswa dibawa ke dalam suasana lingkungan sesungguhnya untuk aktif mendnegarkan dan menggunakan percakapan dalam bahasa asing
Pengajaran membaca dan bercakap-cakap dalam bahasa asing sangat diutamakan, sedangkan pelajaran gramatika diajarkan sewaktu-waktu saja
Pengajaran menjadi bermakna dan mudah diserap oleh siswa, karena setiap kata dan kalimat yang diajarkan memiliki konteks (hubungan) dengan dunia (kehidupan sehari-hari) siswa/anak didik
Urutan pelajaran mula-mula diberikan melalui menyimak/mendengarkan (listening) baru kemudian percakapan (speaking), membaca (reading) menulis atau (writing) terahir baru gramatika
Pelajaran disajikan mula-mula memperkenalkan kata-kata yang sederhana yang telah diketahui oleh anak didik, kemudian memperkenalkan benda-benda mulai dari benda-benda yang ada di dalam kelas, dirumah dan luar kelas, bahkan mengenal luar negeri atau negara-negara asing terutama Timur Tengah.
Alat peraga dan kamus yang dapat digunakan sewaktu-waktu sangat diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan mengartikan kata-kata sulit dalam bahasa asing, dan memperbanyak perbendaharaan kata-kata atau memperkaya Vocabulary sebagai syarat utama menguasai bahasa asing
Oleh karena kemampuan dan kelancaran membaca dan bercakap-cakap sangat diutamakan dalam metode ini maka pelajaran gramatikal (tata bahasa) kurang diperhatikan
Kebaikan Metode Natural Kebaikan metode ini antara lain :
Pada tingkat lanjutan metode ini sangat efektif, karena setiap individu siswa dibawa ke dalam suasana lingkungan sesungguhnya untuk aktif mendnegarkan dan menggunakan percakapan dalam bahasa asing
Pengajaran membaca dan bercakap-cakap dalam bahasa asing sangat diutamakan, sedangkan pelajaran gramatika diajarkan sewaktu-waktu saja
Pengajaran menjadi bermakna dan mudah diserap oleh siswa, karena setiap kata dan kalimat yang diajarkan memiliki konteks (hubungan) dengan dunia (kehidupan sehari-hari) siswa/anak didik
Segi kekurangan metode ini antara lain
:
Siswa merasa kesulitan belajar apabila belum memiliki bekal dasar bahasa asing terutama pada pada tingkat-tingkat pemula, sehingga penggunaan/ pemakaian bahasa asli siswa tidak dapat dihindari. Dengan demikian tujuan semua dari metode ini untuk membaca dan bercakap-cakap selalu dalam bahasa asing sulit diterapkan secara murni, tapi harus diterapkan secara konsekuen
Pada umumnya anak didik dan guru bersikap tradisional mengutamakan gramatika lebih dahulu daripada membaca dan percakapan sesuatu hal yang salah secara alamiah yang amat perlu diubah
Pada umumnya pengajaran bahasa asing di sekolah-sekolah kita sangat terasa kekurangan macam-macam media/alat peraga yang diperlukan; yang seyogyanya para guru harus aktif membuatnya
Guru yang kurang memiliki kemampuan dan pengalaman praktis dalam berbahasa asing merupakan faktor sulitnya diterapkan dan berhasil secara baik metode tersebut. Guru haruslah seorang yang aktif berbicara di dalam bahasa asing tersebut, barulah murid-muridnya akan mampu pula aktif di dalam belajar (praktek) bahasa.
Siswa merasa kesulitan belajar apabila belum memiliki bekal dasar bahasa asing terutama pada pada tingkat-tingkat pemula, sehingga penggunaan/ pemakaian bahasa asli siswa tidak dapat dihindari. Dengan demikian tujuan semua dari metode ini untuk membaca dan bercakap-cakap selalu dalam bahasa asing sulit diterapkan secara murni, tapi harus diterapkan secara konsekuen
Pada umumnya anak didik dan guru bersikap tradisional mengutamakan gramatika lebih dahulu daripada membaca dan percakapan sesuatu hal yang salah secara alamiah yang amat perlu diubah
Pada umumnya pengajaran bahasa asing di sekolah-sekolah kita sangat terasa kekurangan macam-macam media/alat peraga yang diperlukan; yang seyogyanya para guru harus aktif membuatnya
Guru yang kurang memiliki kemampuan dan pengalaman praktis dalam berbahasa asing merupakan faktor sulitnya diterapkan dan berhasil secara baik metode tersebut. Guru haruslah seorang yang aktif berbicara di dalam bahasa asing tersebut, barulah murid-muridnya akan mampu pula aktif di dalam belajar (praktek) bahasa.
BLANDED
LEARNING
Blanded Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan
aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet,
jaringan komputer,maupun komputer standalone.E-learning dalam arti luas bisa
mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara
formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran
dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun
berdasarkan jadwal yang t ... Blended Learning itu?Sesuai namanya,
blended learning adalah metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap
muka dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara training
konvensional di mana trainer dan trainee bertemu langsung dengan training
online yang bisa diakses kapan saja, di mana saja 24 jam sehari, 7 hari
seminggu. Adapun bentuk lain dari blended learning adalah pertemuan
virtual antara trainer dengan trainee. Mereka mungkin saja berada di dua dunia
berbeda, namun bisa salin ... Learning, merupakan cara baru dalam proses
belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai
sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba
menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya
E. Hartley menyatakan:eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang
memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media ...
Apa itu e-Learning?E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya E. Hartley menyatakan:eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms menyatakansuatu definisi yang lebih luas bahwa: eLearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.Walaupun sepertinya e-Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari .
Apa itu e-Learning?E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya E. Hartley menyatakan:eLearning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms menyatakansuatu definisi yang lebih luas bahwa: eLearning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.Walaupun sepertinya e-Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari .
Langganan:
Postingan (Atom)